Memperkokoh Sistem Keamanan Digital Menuju Stabilitas Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Indonesia

Serangan digital terhadap infrastruktur vital juga menunjukkan urgensi penguatan keamanan digital. Insiden ransomware terhadap Bank Syariah Indonesia pada Mei 2023 menimbulkan gangguan masif pada layanan keuangan dan mengancam keamanan jutaan data nasabah. Peristiwa ini menegaskan bahwa ancaman siber tidak hanya menimbulkan kerugian materiil, namun juga mengancam stabilitas kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan nasional.

Kasus peretasan kartu kredit lintas negara yang ditangani Bareskrim Polri pada tahun 2023, yang menimbulkan kerugian lebih dari Rp128 miliar, menggarisbawahi karakter transnasional dari kejahatan siber. Kejahatan digital tidak lagi bergerak secara lokal, tetapi melibatkan jaringan internasional yang beroperasi tanpa batas yurisdiksi, menjadikan penanganannya semakin kompleks dan membutuhkan kerja sama global.

Dalam konteks ini, stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) menghadapi tantangan baru yang tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan konvensional. Kejahatan digital tidak memiliki bentuk fisik, namun dapat menciptakan dampak nyata berupa keresahan sosial, kerugian massal, dan hilangnya kepercayaan publik terhadap otoritas negara. Penguatan sistem keamanan digital menjadi kunci menjaga ketertiban sosial dan kontinuitas kehidupan masyarakat.

Kajian dalam TASKAP ini menegaskan bahwa Indonesia masih memiliki kesenjangan besar dalam indeks keamanan siber apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Posisi Indonesia yang berada pada peringkat ke-5 kawasan ASEAN menunjukkan bahwa kapasitas keamanan digital nasional masih perlu ditingkatkan, terutama melalui regulasi, infrastruktur keamanan siber, dan peningkatan kapabilitas kelembagaan.

Berbagai regulasi telah diterbitkan untuk mendukung penguatan sistem keamanan digital, seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi 2022, Undang-Undang PPSK 2023, hingga pembaruan Undang-Undang ITE Tahun 2024. Kebijakan ini menjadi fondasi hukum bagi perlindungan masyarakat, namun pelaksanaannya menuntut integrasi antar lembaga strategis seperti OJK, BI, BSSN, Kominfo, dan aparat penegak hukum.

Tantangan terbesar dalam menjaga keamanan digital bukan hanya pada aspek teknologi, tetapi juga kapasitas masyarakat. Indeks literasi digital Indonesia pada tahun 2024 menunjukkan masih adanya tingkat kerentanan tinggi pada aspek keamanan digital. Banyak masyarakat yang belum memahami risiko penggunaan teknologi, sehingga mudah menjadi korban manipulasi dan penipuan digital.

Scroll to Top