Revitalisasi Pendidikan Vokasi: Mencetak SDM Unggul dan Tangguh untuk Indonesia Maju

Taskap ini menyoroti perlunya keterlibatan multipihak dalam penguatan pendidikan vokasi. Melalui pendekatan Hexa Helix, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, industri, masyarakat, media, dan komunitas diyakini menjadi kunci utama keberhasilan sistem pendidikan vokasi. Sinergi ini akan memperkuat relevansi kurikulum, memperluas kesempatan magang, serta menciptakan ekosistem pembelajaran yang responsif terhadap perubahan teknologi dan pasar kerja.

Selain aspek teknis, Dr. Eneng juga menekankan pentingnya pembentukan karakter kebangsaan dalam pendidikan vokasi. SDM unggul bukan hanya diukur dari keterampilan teknis, tetapi juga integritas, disiplin, dan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan vokasi harus melahirkan generasi pekerja yang beretika, jujur, dan memiliki semangat nasionalisme, sehingga pembangunan ekonomi tidak tercerabut dari akar moral dan budaya bangsa.

Dalam analisisnya, Dr. Eneng menggunakan teori Modal Manusia (Human Capital Theory) yang dikemukakan Gary S. Becker. Teori ini menegaskan bahwa investasi dalam pendidikan akan menghasilkan peningkatan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks vokasi, hal ini berarti setiap investasi pada pelatihan dan pengembangan keahlian akan berbuah pada peningkatan daya saing nasional. Dengan demikian, pendidikan vokasi bukan hanya kebutuhan akademik, melainkan strategi pembangunan bangsa.

Lebih jauh, Taskap ini menguraikan bahwa sistem pembelajaran di lembaga vokasi perlu dirancang dengan pendekatan Understanding by Design (UbD). Model ini memastikan setiap kegiatan belajar diarahkan pada capaian kompetensi yang konkret dan terukur, seperti kemampuan teknis, komunikasi profesional, dan pemecahan masalah di dunia kerja nyata. Pembelajaran semacam ini akan menyiapkan lulusan yang siap pakai dan memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan teknologi.

Dr. Eneng juga menyoroti rendahnya tingkat serapan tenaga kerja lulusan vokasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2024, lulusan pendidikan vokasi yang bekerja sesuai bidang keahliannya baru mencapai 39,38 persen. Kondisi ini menunjukkan masih adanya kesenjangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan pasar kerja. Oleh karena itu, ia merekomendasikan peningkatan peran industri dalam penyusunan kurikulum dan penjaminan mutu lulusan.

Dalam tataran kebijakan, diperlukan keberpihakan nyata melalui dukungan regulasi dan pembiayaan. Pemerintah diharapkan memperluas akses pendidikan vokasi, memberikan insentif bagi industri yang berkolaborasi dengan lembaga pendidikan, serta memperkuat sistem sertifikasi nasional agar keterampilan lulusan diakui di tingkat global. Sinergi antar kementerian dan lembaga juga menjadi hal penting untuk menciptakan sistem yang terpadu.

Scroll to Top