Konsolidasi demokrasi menjadi salah satu agenda penting dalam memperkuat sistem politik nasional. Dalam Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) berjudul “Konsolidasi Demokrasi Melalui Modernisasi Partai Politik Guna Penguatan Sistem Demokrasi di Indonesia”, Kolonel Inf. Endar Setyanto, S.I.P., M.Han., peserta Pendidikan Penyiapan dan Pemantapan Pimpinan Nasional (P4N) LXVIII Lemhannas RI Tahun 2025, menguraikan gagasan strategis mengenai bagaimana partai politik dapat dimodernisasi agar mampu menjadi pilar utama dalam memperkuat demokrasi di Indonesia.
Gagasan yang ditulis Endar Setyanto berangkat dari realitas bahwa meskipun Indonesia telah berhasil mempertahankan sistem demokrasi sejak era reformasi, masih banyak tantangan yang menghambat terwujudnya demokrasi yang terkonsolidasi. Partai politik sebagai motor utama demokrasi belum mampu beradaptasi sepenuhnya terhadap dinamika sosial, ekonomi, dan teknologi yang berkembang pesat. Modernisasi partai politik, dalam konteks ini, bukan hanya pembaruan administratif, tetapi juga transformasi nilai dan tata kelola internal menuju partai yang lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi publik.
Dalam kajiannya, penulis menegaskan bahwa demokrasi Indonesia masih menghadapi krisis kepercayaan publik terhadap partai politik. Survei berbagai lembaga menunjukkan rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat, bahkan partai politik seringkali dianggap sebagai institusi paling tidak dipercaya. Fenomena ini muncul akibat lemahnya kaderisasi, maraknya politik uang, dan dominasi figur sentral yang menjadikan partai politik tidak adaptif terhadap perubahan zaman.
Endar Setyanto menyoroti bahwa modernisasi partai politik merupakan prasyarat utama bagi penguatan sistem demokrasi. Modernisasi mencakup penerapan teknologi informasi dalam komunikasi politik, transparansi pendanaan, reformasi kaderisasi, serta pembentukan budaya politik yang inklusif dan meritokratis. Partai politik yang modern seharusnya mampu menjadi kanal aspirasi rakyat dan bukan sekadar alat perebutan kekuasaan.
Dalam Taskap tersebut, penulis memaparkan berbagai data empirik yang menunjukkan perlunya reformasi mendalam dalam tubuh partai politik. Dari indeks demokrasi yang stagnan, maraknya politik dinasti, hingga minimnya penggunaan teknologi dalam manajemen organisasi partai—semuanya menggambarkan masih lambatnya proses modernisasi. Untuk itu, diperlukan langkah strategis terintegrasi agar partai politik mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan era digital dan ekspektasi publik yang semakin tinggi terhadap transparansi.
