Dalam konteks global, David menilai bahwa Generasi Z di berbagai negara menunjukkan kesamaan pola aktivisme politik, terutama dalam isu-isu global seperti perubahan iklim, kesetaraan sosial, dan hak asasi manusia. Gerakan “Fridays for Future” yang dipelopori oleh Greta Thunberg menjadi contoh konkret bagaimana generasi muda dapat memobilisasi dukungan lintas negara untuk memengaruhi kebijakan publik. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan politik anak muda kini telah melampaui batas teritorial negara.
Di tingkat nasional, konsolidasi demokrasi hanya dapat terwujud apabila ruang partisipasi politik dibuka seluas-luasnya bagi generasi muda. Pemerintah perlu memastikan kebebasan berekspresi, perlindungan hukum dalam ruang digital, serta akses informasi publik yang transparan. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D dan UU Keterbukaan Informasi Publik memberikan jaminan hak tersebut, namun implementasinya masih memerlukan pengawasan dan penguatan institusional.
David menegaskan bahwa keberlanjutan demokrasi tidak bisa dilepaskan dari kesiapan generasi muda dalam memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Partisipasi politik Generasi Z harus dimaknai bukan hanya sebagai aktivitas memilih, melainkan juga sebagai proses berkontribusi terhadap arah kebijakan dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.
Sebagai penutup, David Yohan Tamboto menyampaikan keyakinannya bahwa Generasi Z adalah harapan sekaligus ujian bagi masa depan demokrasi Indonesia. Dengan literasi politik yang baik, pemanfaatan teknologi secara bijak, dan semangat kebangsaan yang tinggi, generasi ini akan menjadi pelopor konsolidasi demokrasi yang kuat, inklusif, dan adaptif terhadap perubahan zaman. Demokrasi di era digital, menurutnya, tidak akan bertahan tanpa partisipasi cerdas dari generasi muda yang melek informasi, berpikir kritis, dan mencintai bangsanya. (ALV/BIA)
