Kolonel CPL Dr. Eko Daryanto, S.E., M.Si., M.MT., peserta Pendidikan Penyiapan dan Pemantapan Pimpinan Nasional (P4N) Angkatan LXVIII Lemhannas RI Tahun 2025, dalam Kertas Karya Ilmiah Perseorangannya (Taskap) berjudul “Diplomasi Digital untuk Pemenangan Opini Publik Guna Ketahanan Nasional”, menyoroti peran strategis diplomasi digital sebagai instrumen baru dalam memperkuat ketahanan nasional Indonesia di tengah tantangan geopolitik global yang semakin kompleks dan dinamis. Melalui kajian ini, penulis menegaskan bahwa transformasi diplomasi tradisional menuju diplomasi digital merupakan keniscayaan di era interkonektivitas global yang ditandai dengan kecepatan arus informasi dan komunikasi tanpa batas.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah cara negara berinteraksi, membangun citra, serta memengaruhi persepsi publik internasional. Diplomasi digital memungkinkan pemerintah berkomunikasi langsung dengan masyarakat dunia, menyampaikan narasi positif tentang identitas nasional, dan membangun opini publik yang mendukung kepentingan strategis negara. Bagi Indonesia, diplomasi digital menjadi instrumen penting dalam mendukung kebijakan luar negeri yang bebas aktif, sekaligus memperkuat posisi bangsa di tataran global.
Dalam naskahnya, Dr. Eko Daryanto menjelaskan bahwa diplomasi digital di Indonesia telah diimplementasikan secara nyata oleh Kementerian Luar Negeri melalui berbagai platform seperti Twitter, Instagram, YouTube, dan Facebook. Melalui kanal-kanal ini, pemerintah tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membangun keterlibatan masyarakat global dalam memahami kebijakan luar negeri Indonesia. Kementerian Luar Negeri bahkan telah mengembangkan Digital Command Center sebagai pusat kendali diplomasi digital yang berperan penting dalam mengelola opini publik internasional.
Namun demikian, diplomasi digital juga dihadapkan pada beragam tantangan dan risiko. Disinformasi, misinformasi, serta propaganda digital menjadi ancaman serius yang dapat merusak citra negara dan menimbulkan instabilitas sosial. Ancaman keamanan siber dan pelanggaran privasi juga menjadi persoalan yang perlu mendapat perhatian. Menurut penulis, keberhasilan diplomasi digital tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kredibilitas sumber, kecepatan respons, serta strategi komunikasi yang berbasis data.
