Lebih lanjut, Eka memaparkan berbagai tantangan yang mengiringi langkah Indonesia bergabung dengan BRICS. Salah satunya adalah potensi ketergantungan ekonomi terhadap Tiongkok yang memiliki dominasi besar dalam struktur ekonomi BRICS. Selain itu, terdapat risiko kompetisi pasar antarnegara anggota yang memiliki struktur ekonomi serupa, seperti di sektor energi dan manufaktur. Namun, Eka menilai tantangan tersebut dapat dikelola melalui diplomasi yang cerdas, negosiasi setara, serta penguatan kapasitas domestik.
Dalam konteks hubungan internasional, Eka mengaplikasikan teori interdependensi kompleks dari Keohane dan Nye untuk menggambarkan bahwa keanggotaan Indonesia dalam BRICS membuka peluang kerja sama yang bersifat saling menguntungkan. Ia juga menegaskan bahwa dalam sistem multipolar yang sedang terbentuk, kekuatan ekonomi menjadi instrumen utama bagi negara-negara berkembang untuk menegosiasikan kepentingannya tanpa harus mengandalkan kekuatan militer.
Karya ilmiah ini turut menyoroti pentingnya penguatan sumber daya manusia dan kesiapan industri nasional agar keanggotaan Indonesia dalam BRICS memberikan manfaat nyata. Dengan bonus demografi yang besar, Indonesia memiliki potensi tenaga kerja produktif yang dapat menjadi modal utama dalam meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Namun demikian, peningkatan kualitas pendidikan, inovasi, dan riset tetap menjadi prasyarat utama agar Indonesia mampu bersaing di antara negara-negara anggota BRICS.
Dalam bagian pembahasan, Eka juga menekankan pentingnya memperkuat diplomasi ekonomi di sektor strategis seperti energi, pertanian, dan manufaktur berteknologi tinggi. Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan forum BRICS untuk memperluas akses pasar ekspor, menarik investasi langsung, serta meningkatkan nilai tambah produk nasional melalui hilirisasi industri. Hal ini selaras dengan agenda transformasi ekonomi nasional sebagaimana tercantum dalam RPJPN 2025–2045.
Selain aspek ekonomi, keanggotaan BRICS juga membawa dimensi politik luar negeri yang memperkuat posisi Indonesia di tataran global. Melalui forum seperti BRICS Summit dan Foreign Ministers’ Meeting, Indonesia berkesempatan memperjuangkan reformasi tata kelola global agar lebih inklusif dan adil bagi negara berkembang. Kehadiran Menteri Luar Negeri dan Presiden Indonesia dalam berbagai pertemuan BRICS menegaskan peran aktif Indonesia sebagai jembatan antara kekuatan global Utara dan Selatan.
