Salah satu isu penting yang disoroti dalam Taskap ini adalah rendahnya literasi digital masyarakat. Berdasarkan survei Kominfo, indeks literasi digital Indonesia masih berada pada kategori menengah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun akses terhadap teknologi semakin luas, kemampuan masyarakat dalam menggunakan teknologi secara produktif dan aman masih terbatas. Literasi digital yang lemah berpotensi menimbulkan penyalahgunaan teknologi, penyebaran hoaks, hingga rendahnya produktivitas digital.
Selain persoalan literasi, Budhi Utomo menggarisbawahi fenomena brain drain sebagai tantangan lain. Banyak talenta muda berkemampuan tinggi di bidang teknologi yang memilih berkarier di luar negeri karena peluang kerja dan penghargaan yang lebih menjanjikan. Jika tidak diantisipasi dengan kebijakan yang tepat, kondisi ini dapat menguras sumber daya unggul yang seharusnya menjadi penggerak transformasi digital di tanah air.
Dalam kerangka pemikiran Taskap-nya, Budhi Utomo menggunakan teori Human Capital Gary Becker serta model Triple Helix yang menekankan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan industri dalam mencetak tenaga digital unggul. Ia menilai bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem pembelajaran dan inovasi yang mampu melahirkan SDM digital berkelas dunia. Dengan demikian, universitas tidak hanya menjadi lembaga akademik, tetapi juga pusat pengembangan kompetensi digital yang relevan dengan kebutuhan industri.
Taskap ini juga menyoroti aspek regulasi nasional, seperti Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital, yang menegaskan pentingnya keterpaduan layanan digital nasional melalui sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Regulasi tersebut menjadi payung hukum untuk memperkuat tata kelola digital, meningkatkan keamanan siber, dan mendorong integrasi data lintas instansi.
Budhi Utomo turut meninjau lingkungan strategis global dan regional yang turut memengaruhi arah kebijakan digital Indonesia. Ia mencatat bahwa negara-negara ASEAN kini bergerak cepat dalam memperkuat kapasitas talenta digital, sebagaimana tercermin dalam ASEAN Digital Masterplan 2025 dan Digital Skills Vision 2025. Dalam konteks ini, Indonesia diharapkan tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga produsen inovasi digital yang mampu memimpin di kawasan Asia Tenggara.
Melalui pendekatan ketahanan nasional, penulis menegaskan bahwa penguasaan teknologi dan pengembangan talenta digital adalah bagian integral dari strategi ketahanan bangsa. Talenta digital bukan hanya aset ekonomi, melainkan kekuatan strategis yang menentukan kedaulatan dan keamanan nasional di era informasi. Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan digital harus menjadi prioritas utama pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan.