Dalam penelitiannya, penulis menyoroti bahwa konektivitas infrastruktur bukan hanya persoalan pembangunan fisik, tetapi juga persoalan kebijakan yang menyangkut perencanaan, tata kelola, serta pendanaan. Ia menilai bahwa banyak proyek infrastruktur belum terintegrasi secara berjenjang antara pusat dan daerah, sehingga konektivitas belum optimal untuk mendorong produktivitas daerah.
Penulis menggunakan pendekatan analisis PESTLE (Political, Economic, Social, Technological, Legal, Environmental) dalam menganalisis isu strategis ini. Melalui kerangka ini, ia menunjukkan bahwa konektivitas infrastruktur berkaitan erat dengan stabilitas politik, efisiensi ekonomi, pemerataan sosial, kemajuan teknologi, kepastian hukum, serta keberlanjutan lingkungan. Keseimbangan keenam faktor tersebut menjadi syarat utama terciptanya daya saing daerah yang tangguh.
Dalam pembahasan teorinya, Antonius menegaskan pentingnya konsep multimoda transportasi—yaitu integrasi antara transportasi darat, laut, udara, dan rel—guna mewujudkan mobilitas efisien antarwilayah. Ia juga menyoroti perlunya pemanfaatan teknologi digital seperti Internet of Things (IoT), big data, dan sistem informasi geografis (GIS) untuk mendukung perencanaan dan pemeliharaan infrastruktur berbasis data.
Salah satu temuan penting dari karya ini adalah bahwa peningkatan infrastruktur tidak otomatis memperkuat daya saing daerah jika tidak diiringi dengan tata kelola yang efektif. Banyak daerah masih menghadapi persoalan klasik seperti pemeliharaan yang lemah, ketergantungan pada APBN, serta minimnya inovasi dalam pembiayaan alternatif seperti public-private partnership (PPP) atau obligasi daerah.
Antonius juga membandingkan kebijakan infrastruktur Indonesia dengan Jepang, yang menerapkan konsep Transit-Oriented Development (TOD) untuk mengintegrasikan sistem transportasi publik dengan pengembangan wilayah perkotaan. Ia menilai pendekatan semacam ini dapat menjadi inspirasi untuk meningkatkan konektivitas dan efisiensi infrastruktur di Indonesia.
Dalam konteks geopolitik, penulis mengulas bagaimana situasi global seperti perang dagang dan konflik regional berdampak pada iklim investasi infrastruktur. Di tingkat regional, ia menyoroti persaingan antarnegara ASEAN dalam menarik investasi, serta peran inisiatif Belt and Road China dalam mempengaruhi arah pembangunan infrastruktur di kawasan Asia Tenggara.