Membangun Kewaspadaan Digital: Gagasan Alfonso Doly Gelbert Sinaga tentang Strategi Komunikasi Melawan Radikalisme

Ia mengutip sejumlah penelitian yang menunjukkan bahwa pencegahan radikalisme akan lebih efektif jika dilakukan melalui pendekatan sosial dan komunikasi yang humanis. Pendekatan berbasis edukasi dan kebudayaan dinilai lebih berhasil dibandingkan pendekatan represif semata. Dalam konteks ini, peran tokoh masyarakat, tokoh agama, serta generasi muda sangat penting sebagai jembatan penyampai pesan perdamaian dan kebangsaan.

Taskap ini menyoroti pula pentingnya literasi digital sebagai bagian dari strategi komunikasi nasional. Alfonso menjelaskan bahwa masyarakat perlu memahami cara kerja media digital, mengenali hoaks, serta memverifikasi informasi yang diterima. Dengan meningkatnya literasi digital, masyarakat akan lebih tanggap terhadap pesan-pesan provokatif dan mampu membentengi diri dari infiltrasi ideologi radikal yang sering dibungkus dalam konten keagamaan atau nasionalisme semu.

Dalam penelitiannya, Alfonso menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus di beberapa daerah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap pengaruh radikalisme. Hasilnya menunjukkan bahwa komunikasi antara pemerintah dan masyarakat sering kali bersifat satu arah. Informasi dari atas ke bawah tidak selalu diterima dengan baik karena kurangnya interaksi dan empati terhadap kondisi sosial di tingkat akar rumput. Ia menyarankan agar pemerintah memperkuat komunikasi dua arah yang dialogis dan memberdayakan masyarakat sebagai mitra strategis.

Ia juga menekankan pentingnya peran media massa dan media sosial sebagai mitra pemerintah dalam membangun kewaspadaan dini. Media memiliki tanggung jawab moral untuk menyiarkan berita yang edukatif, berimbang, dan menghindari sensasionalisme. Alfonso mengajak insan pers untuk menjadi garda depan dalam membangun narasi kebangsaan dan memperkuat semangat persatuan. Ia menilai, komunikasi yang efektif dapat menjadi benteng utama melawan radikalisme tanpa menimbulkan polarisasi di masyarakat.

Selain menyoroti aspek komunikasi pemerintah dan media, Alfonso juga menggarisbawahi peran lembaga pendidikan dalam membentuk karakter generasi muda. Menurutnya, sekolah dan perguruan tinggi perlu mengintegrasikan pendidikan kebangsaan, toleransi, dan literasi digital dalam kurikulum. Generasi muda harus dibekali kemampuan berpikir kritis agar tidak mudah terpengaruh oleh propaganda radikal yang tersebar di dunia maya.

Dalam kerangka nasional, Alfonso menegaskan bahwa komunikasi strategis melawan radikalisme harus berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Lima sila Pancasila menjadi pedoman moral dan ideologis dalam membangun narasi kebangsaan. Ia menilai bahwa nilai-nilai tersebut bukan sekadar slogan, tetapi harus diwujudkan dalam perilaku komunikasi publik yang menghargai keberagaman, mengedepankan dialog, dan memperkuat solidaritas sosial.

Scroll to Top