Meneguhkan Kewaspadaan Nasional Melalui Aksi Nyata Mengatasi Pemanasan Global

Isu deforestasi juga menjadi sorotan utama dalam Taskap ini. Dalam satu dekade terakhir, Indonesia kehilangan jutaan hektare hutan akibat ekspansi perkebunan, tambang, dan pembangunan infrastruktur. Bambang menilai bahwa moratorium izin pembukaan hutan primer dan gambut telah memberi hasil positif, namun pengawasan dan penegakan hukum masih perlu diperkuat. Hutan bukan hanya sumber daya ekonomi, tetapi juga benteng alami terhadap pemanasan global.

Lebih jauh, Bambang mengaitkan isu lingkungan dengan konsep kewaspadaan nasional. Menurutnya, pemanasan global berpotensi memicu berbagai krisis baru, mulai dari bencana alam, krisis pangan, hingga konflik sosial akibat perebutan sumber daya. Ia menegaskan bahwa kewaspadaan nasional adalah kesiapsiagaan bangsa menghadapi segala bentuk ancaman, termasuk ancaman ekologis yang bersifat lintas sektoral dan berdampak jangka panjang.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Bambang menekankan pentingnya inovasi teknologi dalam mendukung pengendalian perubahan iklim. Indonesia telah mengembangkan sistem digital seperti SIGN-SMART dan SIMONTANA yang mampu memantau emisi gas rumah kaca serta kondisi hutan secara real time. Pemanfaatan teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi data dan efektivitas kebijakan mitigasi iklim secara nasional.

Selain pendekatan teknologi, partisipasi masyarakat juga menjadi faktor penentu. Bambang mengapresiasi inisiatif komunitas muda seperti “Pandawara Group” yang melakukan aksi bersih pantai dan edukasi publik tentang sampah. Gerakan akar rumput semacam ini menunjukkan bahwa perubahan besar dapat dimulai dari langkah kecil di tingkat lokal, dan menjadi bagian penting dari budaya kewaspadaan nasional yang berakar pada kesadaran sosial.

Dalam kerangka teorinya, Bambang menggunakan pendekatan Teori Kewaspadaan Nasional dan Ekologi Politik untuk menjelaskan hubungan antara kebijakan negara, perilaku masyarakat, dan kondisi lingkungan. Ia menyoroti tiga prinsip utama yang harus diterapkan, yaitu deteksi dini, antisipasi, dan pencegahan. Ketiganya merupakan dasar pembentukan sistem nasional yang tangguh dalam menghadapi ancaman perubahan iklim.

Bambang juga mendorong sinergi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sipil. Program seperti Forest and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 menjadi contoh konkret bagaimana kolaborasi dapat menghasilkan solusi berkelanjutan. Dengan keterlibatan semua pihak, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai negara yang berkomitmen terhadap agenda global penurunan emisi.

Scroll to Top