Melalui pendekatan analisis PESTLE dan SWOT, Arif mengidentifikasi berbagai peluang dan tantangan dalam penerapan pelatihan KA di sektor publik. Salah satu kekuatan utama Indonesia adalah jumlah abdi negara yang besar dan tersebar di seluruh wilayah, yang jika dibekali kemampuan digital, akan menjadi motor penggerak transformasi nasional.
Namun demikian, ia juga menyoroti kelemahan mendasar seperti rendahnya literasi digital aparatur. Berdasarkan survei Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2022, sebagian besar ASN masih berada pada tingkat literasi digital sedang dan rendah. Kondisi ini menjadi pengingat bahwa investasi pada teknologi harus diiringi dengan penguatan kapasitas manusia.
Dalam rancangan model pelatihan yang ia tawarkan, Arif menggunakan teori Taxonomy of Bloom, Piramida DIKW, dan Competency-Based Training (CBT) sebagai kerangka desain. Model pelatihan yang diusulkannya bersifat adaptif, terukur, dan berorientasi pada kebutuhan jabatan serta tanggung jawab peserta.
Selain aspek teknis, ia menekankan pentingnya pembelajaran adaptif (adaptive learning) yang memanfaatkan teknologi digital untuk menyesuaikan materi dengan kemampuan individu. Pendekatan ini memastikan pelatihan menjadi inklusif, efisien, dan mampu menjangkau berbagai latar belakang profesi abdi negara.
Lebih jauh, Arif menilai bahwa pelatihan kecerdasan artifisial dapat memperkuat sistem deteksi dini dan manajemen krisis nasional. Dalam konteks militer, misalnya, penerapan AI pada sistem pengawasan maritim, logistik, dan pertahanan siber akan meningkatkan kesiapsiagaan nasional secara signifikan.
Di tingkat kebijakan, ia mengusulkan agar pelatihan KA dimasukkan dalam agenda prioritas pembangunan nasional dan terintegrasi dengan Digital Talent Scholarship serta program pelatihan aparatur negara lainnya. Kolaborasi lintas kementerian dan lembaga, menurutnya, menjadi kunci keberhasilan implementasi model pelatihan ini.
Arif juga memberikan contoh praktik internasional seperti Singapura, Korea Selatan, dan Estonia yang sukses membangun pemerintahan digital melalui penguatan pelatihan AI. Ketiga negara tersebut menempatkan manusia sebagai pusat transformasi, bukan semata-mata teknologi.
Dalam konteks pertahanan, ia menyoroti pentingnya menyiapkan prajurit dan aparat yang mampu beradaptasi dengan teknologi otomatisasi dan sistem analitik prediktif. Tantangan masa depan bukan lagi sekadar perang fisik, tetapi juga perang data dan informasi, yang hanya bisa dihadapi dengan sumber daya manusia yang melek AI.