Taskap ini menguraikan bahwa Indonesia perlu menempuh langkah strategis berbasis hukum dan diplomasi. Salah satunya adalah memperkuat soliditas ASEAN agar memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam bernegosiasi dengan Tiongkok. Selain itu, reformasi pada Dewan Keamanan PBB dinilai penting agar putusan lembaga peradilan internasional seperti PCA maupun ITLOS dapat lebih efektif ditegakkan tanpa terhambat hak veto dari negara-negara besar.
Penulis juga menggunakan pendekatan skenario (scenario planning) untuk menggambarkan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi di Laut China Selatan. Skenario ini meliputi kemungkinan eskalasi militer, kompromi politik, maupun tercapainya kesepakatan damai yang permanen. Dengan metode ini, para pemangku kebijakan diharapkan dapat memiliki antisipasi strategis terhadap perkembangan situasi yang sangat dinamis.
Lebih jauh, karya ilmiah ini menekankan pentingnya keterlibatan Indonesia dalam diplomasi maritim. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki legitimasi kuat berdasarkan UNCLOS 1982 untuk memperjuangkan kepentingannya. Laut Natuna Utara yang berbatasan langsung dengan klaim sepihak Tiongkok merupakan wilayah yang harus terus dijaga melalui patroli, diplomasi, serta kerja sama pertahanan dengan negara-negara sahabat.
Selain aspek hukum dan politik, Winardi juga menekankan peran Angkatan Laut dalam menjaga stabilitas kawasan. Konsep Trinitas Peran Angkatan Laut yang mencakup peran militer, polisional, dan diplomasi menjadi acuan penting. Kehadiran kapal perang di Laut China Selatan bukan hanya soal pertahanan, melainkan juga simbol diplomasi dan bentuk deterrence terhadap potensi pelanggaran.
Karya ini pada akhirnya menyimpulkan bahwa penyelesaian konflik Laut China Selatan memerlukan pendekatan multi-dimensi. Diplomasi regional melalui ASEAN, penguatan hukum internasional melalui lembaga peradilan, serta kesiapan militer dalam kerangka pertahanan negara harus berjalan seiring. Indonesia diharapkan mampu berperan sebagai penengah sekaligus pelindung kepentingan nasionalnya. Dengan terbitnya Taskap ini, Perpustakaan Lemhannas RI menambah koleksi kajian strategis yang relevan dengan tantangan geopolitik global. Kehadiran karya ilmiah perseorangan dari peserta PPRA LXVII tahun 2024 ini diharapkan dapat menjadi referensi penting bagi pemangku kebijakan, akademisi, maupun masyarakat luas dalam memahami kompleksitas konflik Laut China Selatan serta mencari solusi yang konstruktif untuk stabilitas kawasan. (MF/BIA)