Ekonomi Hijau sebagai Strategi Ketahanan Menghadapi Perubahan Iklim

Potensi ekonomi dari penerapan prinsip hijau sangat besar. Simulasi World Resources Institute Indonesia memperkirakan pertumbuhan PDB rata-rata 6,3% per tahun dan penciptaan 1,7 juta lapangan kerja hijau pada 2045 jika transisi dijalankan secara optimal. Sementara itu, survei persepsi publik menunjukkan generasi muda menuntut percepatan implementasi ekonomi hijau sebagai solusi keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Secara teoretis, penerapan ekonomi hijau selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang diuraikan Robert Costanza, yang menekankan kesejahteraan, keadilan antargenerasi, pelestarian bumi, efisiensi sumber daya, dan tata kelola kolaboratif. Dalam konteks Indonesia, strategi ini juga memerlukan penerapan manajemen krisis untuk menghadapi ancaman iklim serta kolaborasi penta helix antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media.

Faktor lingkungan strategis, baik global, regional, maupun nasional, turut mempengaruhi keberhasilan transisi. Di tingkat global, kolaborasi internasional melalui inisiatif seperti Partnership for Action on Green Economy (PAGE) memberikan dukungan teknis dan kebijakan. Di tingkat regional, ASEAN mendorong program transisi hijau melalui forum iklim dan kerja sama investasi hijau. Sementara di dalam negeri, integrasi nilai-nilai Pancasila, komitmen politik, dan optimalisasi potensi sumber daya alam menjadi penentu arah kebijakan.

Joko Sumarno menekankan bahwa Indonesia membutuhkan strategi komprehensif untuk mengatasi hambatan transisi. Hal ini mencakup peningkatan kapasitas SDM, percepatan alih teknologi, penyediaan insentif fiskal, serta penguatan riset dan inovasi di bidang energi terbarukan. Langkah ini diharapkan mampu menciptakan ekosistem ekonomi yang tangguh terhadap guncangan iklim dan kompetitif di pasar global.

Selain itu, keberhasilan penerapan ekonomi hijau harus diukur melalui indikator kinerja yang jelas, mulai dari pengurangan emisi, peningkatan bauran energi terbarukan, hingga dampak sosial-ekonomi. Monitoring dan evaluasi yang konsisten diperlukan agar kebijakan tetap relevan dan adaptif terhadap perkembangan situasi global.

Melalui Taskap ini, Joko Sumarno mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat sinergi dalam implementasi ekonomi hijau. Transformasi menuju pembangunan berkelanjutan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga sektor swasta, akademisi, media, dan masyarakat. Keterlibatan aktif semua pihak akan mempercepat pencapaian target Net Zero Emission dan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin kawasan dalam transisi hijau.

Penutup dari kajian ini menegaskan bahwa optimalisasi penerapan ekonomi hijau adalah jalan strategis untuk melindungi lingkungan sekaligus menumbuhkan perekonomian. Dengan komitmen kuat, dukungan kebijakan yang konsisten, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia berpeluang besar menjadi contoh keberhasilan transformasi hijau di tingkat regional maupun global.

Scroll to Top