Kolonel Arm Joko Tri Purnomo, peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lemhannas RI Tahun 2024, menyusun Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) dengan judul “Akselerasi Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan Guna Mendukung Tercapainya Target Net Zero Emission Indonesia 2060”. Melalui karya ini, ia menegaskan pentingnya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) sebagai bagian dari strategi nasional dalam mewujudkan kemandirian energi sekaligus menghadapi tantangan perubahan iklim global.
Dalam uraian Taskap tersebut, dijelaskan bahwa energi merupakan kebutuhan fundamental bagi kehidupan masyarakat dan pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Namun, ketergantungan Indonesia pada energi fosil telah menimbulkan berbagai permasalahan strategis, termasuk ancaman terhadap ketahanan energi dan meningkatnya emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, pemanfaatan EBT dipandang sebagai solusi strategis yang perlu segera dipercepat pelaksanaannya.
Kebijakan pemerintah untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025 dan 31 persen pada tahun 2050 menjadi landasan penting bagi upaya percepatan transisi energi. Meski demikian, data menunjukkan bahwa realisasi pemanfaatan energi terbarukan masih jauh dari target, sehingga diperlukan langkah-langkah akseleratif yang lebih terintegrasi dan konsisten.
Kolonel Joko menegaskan bahwa akselerasi pemanfaatan energi baru terbarukan tidak dapat dilepaskan dari aspek politik, hukum, ekonomi, sosial, teknologi, dan lingkungan. Sinergi antar pemangku kepentingan menjadi faktor kunci, termasuk pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, serta masyarakat luas. Hanya dengan kolaborasi lintas sektor, transisi energi dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Lebih lanjut, dalam analisisnya, disebutkan bahwa tantangan utama terletak pada aspek investasi, ketersediaan teknologi, serta kepastian regulasi. Rendahnya minat investasi di bidang energi bersih disebabkan oleh masih tingginya biaya pembangkit energi terbarukan dibandingkan dengan energi fosil, khususnya batubara. Untuk itu, dukungan regulasi yang lebih kuat, insentif fiskal, serta mekanisme pembiayaan yang inovatif perlu segera ditingkatkan.
Pentingnya inovasi teknologi juga menjadi salah satu sorotan dalam karya ini. Indonesia perlu mengembangkan kemampuan teknologi energi bersih secara mandiri agar tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga mampu menjadi produsen dan pengekspor teknologi energi terbarukan di kawasan regional. Hal ini sekaligus akan mendukung penguatan daya saing bangsa dalam era globalisasi.