Fakta-fakta yang disajikan menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar yang belum dimaksimalkan. Potensi tenaga surya diperkirakan mencapai lebih dari 200.000 MW, sementara pemanfaatannya baru menyentuh sebagian kecil. Demikian juga dengan energi angin yang potensinya tersebar di berbagai provinsi, tetapi kapasitas terpasangnya masih terbatas. Kondisi ini menandakan perlunya langkah strategis untuk mempercepat realisasi.
Hendriyadi menyoroti bahwa salah satu tantangan utama adalah minimnya investasi dan keterbatasan infrastruktur pendukung. Infrastruktur jaringan listrik, penyimpanan energi, hingga sistem transmisi masih belum siap sepenuhnya mengintegrasikan energi terbarukan. Di sisi lain, kebijakan yang belum konsisten juga sering kali menurunkan minat investor. Ketidakpastian regulasi dianggap sebagai hambatan besar bagi pembangunan EBT.
Selain aspek teknis, Taskap ini menekankan pentingnya pembangunan sumber daya manusia yang kompeten. Indonesia dinilai masih menghadapi keterbatasan dalam hal tenaga ahli, riset, serta inovasi di bidang teknologi energi bersih. Untuk itu, integrasi kurikulum pendidikan tentang energi terbarukan serta peningkatan kapasitas penelitian menjadi agenda penting agar transisi energi tidak sekadar bergantung pada impor teknologi.
Tidak hanya berbicara tentang tantangan, Hendriyadi juga menawarkan strategi penguatan kolaborasi multi-pihak. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, perguruan tinggi, hingga masyarakat lokal harus bergerak bersama. Contoh praktik baik dari Kalimantan Timur yang berhasil mendapatkan kompensasi karbon dari Bank Dunia, maupun program konservasi hutan di Kalimantan Selatan, menunjukkan bahwa kerja sama lintas aktor bisa menghasilkan capaian nyata.
Taskap ini menyebutkan bahwa penguatan aspek regulasi menjadi kunci. Pemerintah perlu memberikan kepastian hukum yang konsisten terkait insentif fiskal, kemudahan perizinan, serta arah kebijakan energi jangka panjang. Dengan begitu, investor maupun masyarakat akan memiliki keyakinan untuk mendukung pengembangan energi bersih. Konsistensi kebijakan dipandang lebih penting daripada sekadar target ambisius di atas kertas.
Dari sudut pandang ekonomi, energi terbarukan berpotensi besar mendorong pertumbuhan. Kajian yang dikutip Hendriyadi menyatakan bahwa energi berbasis komunitas dapat menambah Produk Domestik Bruto hingga Rp10.529 triliun dalam 25 tahun. Selain itu, sektor ini mampu membuka peluang kerja hijau yang luas sehingga mengurangi tingkat pengangguran serta kemiskinan di berbagai daerah.