Dalam konteks pembangunan nasional, keberadaan PMI tidak hanya menyumbang devisa dalam bentuk remitansi, tetapi juga memengaruhi relasi diplomatik antarnegara. Oleh karena itu, kegagalan melindungi PMI juga dapat mencoreng reputasi Indonesia di mata internasional, termasuk dalam penegakan hak asasi manusia.
Jan Makatita dalam Taskap-nya menegaskan bahwa perlindungan terhadap PMI adalah perwujudan dari amanat konstitusi, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Perlindungan yang kuat menjadi indikator keberhasilan negara dalam mewujudkan tujuan nasional secara menyeluruh.
Taskap ini juga merinci pendekatan hukum yang telah tersedia, seperti UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta PP Nomor 59 Tahun 2021 dan berbagai nota kesepahaman bilateral. Namun, implementasi regulasi ini masih belum konsisten di berbagai daerah, baik dari sisi anggaran, SDM, maupun pengawasan.
Sebagai strategi penguatan, penulis mengusulkan peningkatan peran BP2MI, integrasi sistem pelindungan yang lebih efisien melalui LTSA, serta pelibatan aktif pemerintah daerah dan masyarakat sipil dalam proses edukasi dan sosialisasi kepada calon PMI. Termasuk penting pula diplomasi yang lebih tajam dengan negara tujuan untuk menjamin hak dan keadilan PMI.
Dalam kerangka teoritis, penulis menggunakan pendekatan Teori Kapasitas Manusia dari Amartya Sen, yang menekankan pentingnya edukasi dan pemberdayaan bagi pekerja. Pendidikan pra-keberangkatan menjadi kunci agar PMI memahami hak dan risiko mereka sebelum bekerja di luar negeri.
Analisis PESTL juga digunakan untuk memetakan tantangan dari sisi politik, ekonomi, sosial, teknologi, dan hukum yang dihadapi dalam proses perlindungan PMI. Dari hasil analisis ini, disimpulkan bahwa sinergi lintas sektor adalah prasyarat utama untuk mencapai perlindungan yang optimal.
Salah satu sorotan penting dalam Taskap ini adalah perlunya penguatan komunikasi publik. Informasi yang masif, tepat sasaran, dan berbasis komunitas dapat menekan angka pemberangkatan ilegal sekaligus membuka jalur partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan advokasi.
Selain itu, Taskap ini menyampaikan bahwa perlindungan terhadap PMI juga berkaitan erat dengan pembangunan daerah. Daerah pengirim PMI perlu diperkuat dari sisi ekonomi agar warganya tidak semata-mata tergantung pada pekerjaan di luar negeri.
Rekomendasi Taskap ini meliputi penyusunan peta risiko migrasi, reformulasi kebijakan pelatihan dan sertifikasi, serta pembentukan satuan tugas bersama antarkementerian yang fokus pada perlindungan PMI dari sisi hulu ke hilir.