Pekerja Migran Indonesia (PMI) kerap disebut sebagai pahlawan devisa karena kontribusinya terhadap ekonomi nasional. Namun, di balik kontribusi besar tersebut, tersimpan berbagai persoalan perlindungan yang masih belum optimal. Hal inilah yang mendorong Komisaris Besar Polisi Jan Wynand Imanuel Makatita, S.I.K., peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lemhannas RI tahun 2024, menyusun Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) berjudul “Optimalisasi Perlindungan Negara Terhadap Pekerja Migran Indonesia Guna Mewujudkan Tujuan Nasional.”
Dalam Taskap ini, penulis menggarisbawahi fakta bahwa jutaan pekerja migran Indonesia tersebar di berbagai negara, namun perlindungan negara terhadap mereka masih menemui berbagai tantangan, khususnya bagi mereka yang berangkat melalui jalur nonprosedural. Tingginya angka pengaduan, kasus kekerasan, eksploitasi, hingga kematian menjadi bukti nyata lemahnya perlindungan terhadap PMI.
Data dari BP2MI menunjukkan bahwa hingga September 2024, terdapat lebih dari lima juta PMI legal yang bekerja di luar negeri. Namun, estimasi dari Bank Dunia bahkan menggambarkan angka yang lebih besar, termasuk mereka yang tidak tercatat secara resmi. Hal ini menandakan bahwa persoalan migrasi ilegal menjadi salah satu fokus penting dalam perlindungan tenaga kerja Indonesia.
Negara-negara tujuan utama seperti Malaysia, Taiwan, Hongkong, dan Arab Saudi menjadi medan nyata persoalan. Di sana, PMI sering menghadapi risiko tinggi, terutama mereka yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga, caregiver, atau sektor informal lain yang minim perlindungan hukum. Jumlah pengaduan dari negara-negara tersebut terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Taskap ini menyoroti pentingnya optimalisasi perlindungan negara sejak sebelum keberangkatan hingga pemulangan PMI. Salah satu akar masalahnya adalah dominasi calo atau sponsor ilegal dalam proses rekrutmen, yang kerap mengabaikan prosedur hukum dan menjerumuskan calon pekerja ke dalam jalur nonresmi.
Berbagai bentuk pengabaian terhadap hak PMI juga ditemukan di negara tujuan. Mulai dari gaji tidak dibayar, kekerasan fisik dan seksual, kondisi kerja tidak layak, hingga perampasan dokumen menjadi pengalaman getir yang dialami ribuan pekerja migran setiap tahunnya. BP2MI mencatat sebanyak 47.000 lebih pengaduan dari PMI selama 2007–2024, mayoritas berasal dari Arab Saudi dan Malaysia.