Meneguhkan Diplomasi Maritim Indonesia di Tengah Dinamika Laut Nusantara

Sebagai bagian dari tugas akademik dalam program Pendidikan Penyiapan dan Pemantapan Pimpinan Nasional (P4N) ke-LXVIII Lemhannas RI Tahun 2025, Kolonel Laut (P) Andri Wahyudi, S.H. berhasil menulis Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) bertajuk “Diplomasi Maritim Guna Menangani Konflik Perbatasan Laut di Indonesia.” Karya ilmiah ini menjadi refleksi komprehensif tentang pentingnya penguatan diplomasi maritim sebagai instrumen strategis menjaga kedaulatan dan ketahanan nasional Indonesia di tengah dinamika geopolitik global yang semakin kompleks.

Dalam paparannya, Andri Wahyudi menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki posisi strategis di antara dua samudra dan dua benua. Kondisi ini menjadikan wilayah laut Indonesia sebagai jalur vital perdagangan dunia sekaligus potensi sumber konflik dengan negara-negara tetangga. Oleh karena itu, diplomasi maritim menjadi ujung tombak untuk mempertahankan kedaulatan sekaligus mengelola kepentingan nasional di laut.

Karya ilmiah ini menyebut bahwa masih terdapat tujuh segmen batas laut Indonesia yang belum terselesaikan hingga tahun 2023, termasuk wilayah strategis seperti Laut Sulawesi, Laut Timor, dan Laut Natuna Utara. Ketegangan di wilayah Natuna, misalnya, menjadi bukti nyata bahwa konflik perbatasan laut tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga melibatkan dinamika geopolitik dan kekuatan besar dunia. Dalam konteks inilah diplomasi maritim memiliki peran krusial.

Menurut Andri, diplomasi maritim Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Di antaranya adalah lemahnya koordinasi lintas lembaga, keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi maritim, dan belum optimalnya pemanfaatan hukum internasional seperti UNCLOS 1982 sebagai dasar perundingan. Kondisi tersebut membuat efektivitas diplomasi Indonesia dalam forum internasional belum maksimal.

Ia juga menggarisbawahi bahwa penguatan diplomasi maritim tidak dapat dipisahkan dari peningkatan kapasitas nasional. Indonesia perlu memiliki diplomat yang tidak hanya mahir bernegosiasi, tetapi juga memahami aspek teknis seperti hukum laut, kartografi, dan geopolitik kawasan. Tanpa dukungan SDM yang kompeten, diplomasi maritim akan sulit mencapai hasil yang berkelanjutan.

Scroll to Top