Petani Milenial sebagai Pilar Ketahanan Pangan Nasional

Peserta Program Pendidikan Penyiapan dan Pemantapan Pimpinan Nasional (P4N) Angkatan LXVIII Lemhannas RI Tahun 2025, Dr. Agustatius Sitepu, S.Sos., M.Si., M.Han., telah menyelesaikan Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) berjudul “Pemberdayaan Petani Milenial Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional Berkelanjutan.” Dalam karya ilmiah ini, Kolonel Inf Agustatius Sitepu menegaskan pentingnya peran generasi muda dalam memastikan keberlanjutan sektor pertanian nasional di tengah tantangan global, perubahan iklim, dan alih fungsi lahan yang kian masif.

Dalam pendahuluannya, penulis menggambarkan bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama bagi stabilitas ekonomi dan sosial bangsa. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi besar di bidang pertanian, namun menghadapi ancaman serius berupa menurunnya jumlah petani produktif. Berdasarkan data BPS tahun 2023, lebih dari 70 persen petani Indonesia kini berusia di atas 50 tahun, yang menunjukkan lambatnya proses regenerasi di sektor pertanian. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya produktivitas dan kemandirian pangan nasional di masa mendatang.

Melalui kajian mendalam, Agustatius Sitepu menyoroti pentingnya peran petani milenial sebagai motor penggerak dalam regenerasi petani. Generasi muda dengan rentang usia 19–39 tahun dinilai memiliki kemampuan adaptif, literasi teknologi tinggi, serta semangat inovatif yang dapat mengubah wajah pertanian Indonesia menjadi lebih modern dan berdaya saing. Mereka diyakini mampu menjadi agen transformasi yang membawa paradigma baru dalam sistem pertanian yang efisien, berkelanjutan, dan berorientasi pasar.

Taskap ini juga mengungkap bahwa salah satu penyebab rendahnya minat generasi muda terjun ke sektor pertanian adalah citra profesi petani yang masih dianggap tidak menjanjikan secara ekonomi. Ditambah dengan keterbatasan akses lahan, modal usaha, dan teknologi, banyak generasi muda yang lebih memilih bekerja di sektor industri atau jasa. Akibatnya, regenerasi petani berjalan lambat dan jumlah petani produktif terus menurun, yang berdampak langsung terhadap ketahanan pangan nasional.

Melihat kondisi tersebut, penulis menguraikan urgensi pemberdayaan petani milenial melalui kebijakan strategis, pelatihan berbasis teknologi, serta dukungan akses permodalan. Ia menekankan bahwa pemerintah, lembaga pendidikan, dan dunia usaha harus bersinergi menciptakan ekosistem pertanian yang menarik dan menguntungkan bagi generasi muda. Pendekatan lintas sektor diperlukan agar petani milenial tidak hanya menjadi pelaku, tetapi juga inovator dan pengusaha agribisnis yang mampu mengelola usaha tani secara modern.

Scroll to Top