Komisaris Besar Polisi Yusuf Sutejo, S.I.K., M.T., peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lemhannas RI Tahun 2024, berhasil menyusun Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) berjudul “Optimalisasi Komunikasi Publik Pada Pembangunan IKN Nusantara Guna Meningkatkan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat”. Melalui karya tulis tersebut, ia menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) tidak hanya ditentukan oleh kemajuan fisik dan kebijakan strategis, melainkan juga oleh kemampuan pemerintah dalam membangun kepercayaan publik melalui komunikasi yang efektif, terbuka, dan berkesinambungan.
Dalam kajiannya, Yusuf Sutejo menyoroti bahwa proyek IKN Nusantara telah menjadi salah satu program strategis nasional yang menyita perhatian publik, baik dalam konteks optimisme maupun kritik. Di satu sisi, masyarakat menyimpan harapan besar terhadap tumbuhnya pusat pemerintahan baru yang modern dan berkelanjutan. Namun di sisi lain, masih terdapat kelompok masyarakat yang meragukan urgensi dan arah pembangunan IKN, terutama karena adanya narasi negatif yang beredar melalui media sosial, pemberitaan parsial, hingga misinformasi yang tidak terkelola dengan baik.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa tantangan terbesar pembangunan IKN bukan hanya bersifat teknis, tetapi juga terkait dengan pengelolaan opini publik. Yusuf menjelaskan bahwa informasi yang tidak dikelola secara strategis berpotensi menimbulkan resistensi sosial, menurunkan kepercayaan masyarakat, dan bahkan mengganggu stabilitas keamanan serta ketertiban di lapangan. Di sinilah peran komunikasi publik yang terencana, terukur, dan kolaboratif menjadi urgensi utama.
Dalam penelitian tersebut, Yusuf menggarisbawahi bahwa komunikasi publik tidak boleh dipahami hanya sebagai aktivitas penyebaran informasi satu arah. Komunikasi publik yang ideal seharusnya menciptakan hubungan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui dialog, pelibatan komunitas lokal, hingga penyusunan pesan yang inklusif sesuai kebutuhan audiens. Dengan demikian, kebijakan pemerintah tidak sekadar tersampaikan, tetapi juga diterima dan dipahami secara utuh oleh masyarakat.
Lebih lanjut, ia menemukan bahwa kelemahan koordinasi antar instansi pemerintah dalam menyampaikan narasi pembangunan sering kali menyebabkan informasi yang sampai ke masyarakat bersifat tumpang tindih atau bahkan kontradiktif. Akibatnya, ruang kosong komunikasi tersebut diisi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan menyebarkan hoaks atau propaganda negatif.
