Optimalisasi Penanggulangan Narkotika di Era Digital Menuju Indonesia Emas 2045

Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lemhannas RI Tahun 2024, Kombes Pol Tato P. Suyono, S.I.K., M.Si., menyusun Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) berjudul “Optimalisasi Penanggulangan Kejahatan Narkotika di Era Digital Guna Mewujudkan Indonesia Emas 2045”. Gagasan ini lahir dari keprihatinan mendalam terhadap ancaman serius narkotika yang semakin berkembang pesat dengan memanfaatkan ruang digital dan berpotensi menghambat terwujudnya visi besar Indonesia di satu abad kemerdekaan.

Taskap ini menyoroti bahwa kejahatan narkotika telah masuk dalam kategori extraordinary crime karena sifatnya yang terorganisir, lintas negara, dan merusak generasi bangsa. Di era digital, penyebaran narkotika kian masif melalui media sosial, e-commerce, hingga dark web yang sulit dilacak. Kondisi ini menuntut pendekatan baru, inovatif, dan berbasis teknologi agar penanggulangan narkotika bisa lebih efektif.

Dalam analisisnya, Tato P. Suyono menekankan pentingnya optimalisasi pencegahan dan penindakan yang melibatkan seluruh elemen bangsa. Generasi muda, yang menjadi kunci bonus demografi dan penentu kualitas sumber daya manusia menuju Indonesia Emas 2045, justru kini menjadi target utama sindikat narkotika digital. Hal ini menimbulkan ancaman lost generation yang harus segera diantisipasi.

Data dari BNN dan Polri menunjukkan peningkatan kasus narkotika setiap tahunnya, dengan kerugian negara mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah. Ironisnya, sebagian besar pengguna berasal dari kelompok usia produktif 15–49 tahun. Fakta ini memperkuat urgensi upaya terpadu dalam memberantas narkotika, tidak hanya dengan pendekatan hukum, tetapi juga edukasi, rehabilitasi, serta penguatan literasi digital masyarakat.

Tantangan lain yang diuraikan dalam Taskap ini adalah lemahnya regulasi hukum terkait narkotika digital. UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU ITE dinilai belum cukup komprehensif menjawab modus operandi baru sindikat narkotika. Kondisi ini membuat aparat penegak hukum kesulitan melakukan pengawasan dan penindakan terhadap peredaran narkotika berbasis teknologi.

Selain itu, masih rendahnya kolaborasi lintas sektor antara Polri, BNN, Kementerian, hingga lembaga internasional menjadi hambatan tersendiri. Tato menilai ego sektoral sering kali mengurangi efektivitas operasi bersama, padahal sinergi adalah kunci untuk menutup celah peredaran narkotika lintas batas. Dibutuhkan political will yang kuat agar koordinasi dapat berjalan solid.

Scroll to Top