Optimalisasi Pembangunan Perbatasan RI-Malaysia sebagai Penyangga IKN untuk Perkuat Ketahanan Nasional

Kolonel Laut (P) Sumartono, S.E., CHRMP., peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lemhannas RI Tahun 2024, baru saja menuntaskan Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) berjudul “Optimalisasi Pembangunan Kawasan Perbatasan RI-Malaysia sebagai Penyangga Ibu Kota Nusantara Guna Memperkokoh Ketahanan Nasional”. Karya ini menjadi salah satu bentuk kontribusi pemikiran strategis untuk mendukung arah pembangunan nasional, khususnya dalam konteks ketahanan negara.

Dalam paparannya, Sumartono menekankan bahwa pembangunan kawasan perbatasan memiliki nilai strategis karena menjadi beranda depan bangsa. Keberadaan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur menjadikan posisi perbatasan RI-Malaysia semakin penting, bukan hanya sebagai garis batas negara, tetapi juga sebagai penyangga pusat pemerintahan baru Indonesia.

Taskap ini berangkat dari kesadaran bahwa kawasan perbatasan selama ini sering dianggap sebagai “halaman belakang”. Melalui pendekatan baru, perbatasan justru harus dipandang sebagai pintu masuk yang dapat memperkuat konektivitas, pemerataan pembangunan, serta ketahanan nasional yang tangguh dan berkelanjutan.

Dalam tulisannya, Sumartono menyoroti persoalan klasik yang masih membayangi perbatasan, mulai dari keterbatasan infrastruktur, pelayanan publik, hingga masalah Outstanding Boundary Problems (OBP) yang menyangkut penentuan batas wilayah. Persoalan ini bukan hanya berdampak pada diplomasi antarnegara, melainkan juga pada kesejahteraan masyarakat di sekitar perbatasan.

Selain itu, ia menekankan pentingnya pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang representatif dan berfungsi ganda, tidak hanya sebagai pintu keluar-masuk orang dan barang, tetapi juga sebagai simbol kedaulatan negara. Dalam hal ini, koordinasi lintas kementerian dan lembaga mutlak diperlukan agar pembangunan perbatasan dapat berjalan selaras dengan percepatan pembangunan IKN.

Taskap ini juga menggarisbawahi tantangan ketimpangan sosial-ekonomi yang dialami masyarakat perbatasan. Minimnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar menjadi hambatan yang harus segera dijawab melalui kebijakan yang konsisten, adil, dan inklusif.

Scroll to Top