Kolonel Marinir Rudi Harto Marpaung, M.Han., peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lemhannas RI tahun 2024, telah menyelesaikan Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) dengan judul “Pemberdayaan Pariwisata Bahari Guna Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir”. Taskap ini merupakan kontribusi pemikiran yang relevan dengan tantangan strategis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, sekaligus menawarkan solusi berkelanjutan bagi pembangunan ekonomi berbasis maritim.
Indonesia memiliki garis pantai sepanjang lebih dari 108 ribu kilometer dengan ribuan pulau yang menyimpan potensi bahari luar biasa. Keindahan pantai, keanekaragaman hayati laut, serta budaya masyarakat pesisir menjadi modal besar untuk mengembangkan pariwisata bahari. Namun, potensi tersebut masih menghadapi tantangan berupa regulasi yang tumpang tindih, keterbatasan sumber daya manusia, infrastruktur yang belum memadai, serta minimnya promosi yang mengurangi daya saing destinasi bahari Indonesia di tingkat global.
Dalam Taskap ini, Rudi Harto Marpaung menegaskan bahwa pemberdayaan pariwisata bahari tidak hanya menyangkut pembangunan infrastruktur fisik, tetapi juga penguatan kapasitas masyarakat lokal. Pendidikan, pelatihan, dan transfer pengetahuan menjadi faktor utama agar masyarakat pesisir mampu menjadi pelaku utama dalam pengelolaan pariwisata, bukan sekadar penonton dari geliat industri yang hadir di wilayah mereka.
Analisis yang dituangkan dalam karya ilmiah ini memanfaatkan metode deskriptif analitis dan pendekatan SWOT untuk menelaah kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman yang dihadapi sektor pariwisata bahari Indonesia. Dari hasil kajian, terlihat bahwa kekayaan sumber daya alam pesisir merupakan kekuatan yang harus dijaga, sementara kelemahan terletak pada keterbatasan fasilitas dasar dan lemahnya koordinasi antar-lembaga.
Taskap ini juga menyajikan perspektif blue economy atau ekonomi biru, yakni konsep pembangunan ekonomi yang mengoptimalkan pemanfaatan laut secara berkelanjutan. Pariwisata bahari, bila dijalankan dengan prinsip ekonomi biru, dapat menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Hal ini penting agar pengembangan pariwisata tidak menimbulkan degradasi ekosistem laut yang justru akan merugikan dalam jangka panjang.
Berbagai regulasi telah ada, mulai dari Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir hingga Peraturan Menteri terkait destinasi berkelanjutan. Namun, pelaksanaannya masih menghadapi kendala koordinasi antar-tingkatan pemerintahan. Oleh karena itu, Rudi Harto Marpaung menekankan perlunya regulasi yang konsisten, harmonis, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat pesisir sebagai penerima manfaat langsung dari pariwisata bahari.