Optimalisasi Teknologi Pemilu untuk Konsolidasi Demokrasi Indonesia

Komisaris Besar Polisi Raswanto Hadiwibowo, S.I.K., M.Si., peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lemhannas RI Tahun 2024, telah menyusun Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) berjudul “Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi dalam Pemilu Guna Mendukung Konsolidasi Demokrasi di Indonesia.” Karya ini menjadi refleksi penting mengenai bagaimana teknologi dapat dimaksimalkan untuk memperkuat demokrasi di tanah air.

Dalam penelitiannya, Raswanto menyoroti bahwa pemilu merupakan pilar utama demokrasi. Namun, penyelenggaraan pemilu di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan serius, mulai dari masalah akurasi rekapitulasi suara, tudingan manipulasi data, hingga rendahnya literasi digital masyarakat. Situasi ini menegaskan bahwa teknologi yang seharusnya membantu transparansi justru kerap menimbulkan kekhawatiran baru.

Salah satu permasalahan mencolok yang diulas adalah kasus inkonsistensi data pada aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) Pemilu 2024 yang mencapai lebih dari seratus ribu TPS. Kekeliruan tersebut berimplikasi pada menurunnya kepercayaan publik terhadap integritas pemilu. Kejadian ini menjadi bukti nyata bahwa kesiapan infrastruktur, keamanan siber, dan sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan secara signifikan.

Meski menghadapi persoalan besar, teknologi tetap membuka peluang bagi demokrasi yang lebih sehat. Raswanto menekankan potensi penerapan blockchain dan e-voting untuk menciptakan sistem pemilu yang lebih transparan, efisien, dan sulit dimanipulasi. Dengan sifat desentralisasi yang dimiliki blockchain, data hasil pemilu dapat tersimpan aman dan tidak mudah diubah oleh pihak tertentu.

Dalam konteks global, sejumlah negara telah berhasil menerapkan e-voting sebagai solusi modern. Estonia, misalnya, sejak 2005 telah melaksanakan pemilu berbasis digital dengan tingkat partisipasi yang meningkat. Demikian pula Brasil dan India yang sukses menggunakan mesin pemungutan suara elektronik untuk mempercepat proses dan meminimalisasi kecurangan. Studi perbandingan ini menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk merancang peta jalan pemilu berbasis teknologi.

Namun, penerapan e-voting di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari realitas domestik. Masih terdapat ribuan desa yang belum terhubung internet, literasi digital masyarakat yang belum merata, serta regulasi yang belum secara tegas mengatur pelaksanaan pemilu elektronik. Semua ini menandakan bahwa transformasi digital pemilu memerlukan strategi bertahap yang terencana.

Scroll to Top