Membangun Perisai Langit Ibu Kota Nusantara

Kolonel Pnb Fata Patria, peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan LXVII Lemhannas RI tahun 2024, mengangkat sebuah isu krusial dalam Kertas Karya Ilmiah Perseorangannya (Taskap) yang bertajuk “Pembangunan Pertahanan Udara Terintegrasi (Integrated Air Defence) di Ibu Kota Nusantara Guna Mendukung Pertahanan Negara.” Tulisan ini menjadi kontribusi penting dalam merespons kebutuhan strategis nasional menjelang pemindahan pusat pemerintahan ke wilayah baru yang sarat tantangan.

Dengan latar belakang dinamika geopolitik Indo-Pasifik yang kian kompleks, Taskap ini memetakan tantangan pertahanan negara yang perlu segera dijawab oleh sistem keamanan nasional, khususnya di sektor udara. Kolonel Fata menyoroti berbagai konflik regional seperti tensi antara China-Taiwan, Korea Selatan-Korea Utara, serta kebangkitan aliansi seperti AUKUS yang dapat membawa dampak langsung terhadap stabilitas Indonesia.

Taskap ini menegaskan bahwa penetapan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya persoalan administratif, namun menyangkut relokasi pusat gravitasi strategis negara. Dengan posisi geografis yang rawan dari sisi udara, pembangunan sistem pertahanan udara yang kuat dan terintegrasi menjadi syarat mutlak untuk menjamin kedaulatan.

Dalam pemaparannya, Kolonel Fata menunjukkan bahwa ancaman udara—baik berupa serangan rudal jarak jauh maupun pesawat tak dikenal—menjadi skenario paling potensial yang perlu diantisipasi. Terlebih lagi, konflik seperti Nagorno-Karabakh dan Israel-Iran menunjukkan bahwa domain udara kini menjadi pintu serangan paling awal dan destruktif dalam peperangan modern.

Kelemahan sistem radar dan komando kendali (kodal) saat ini menjadi catatan serius. Dengan radar yang baru tergelar di Tarakan dan Balikpapan, serta keterbatasan kekuatan penindak udara, IKN berada dalam posisi yang sangat rentan. Hal ini diperparah oleh keterbatasan pesawat tempur yang ideal dan belum adanya rudal hanud jarak menengah dan jauh di wilayah IKN.

Tidak hanya mengandalkan kekuatan militer, Kolonel Fata juga menekankan perlunya integrasi dengan kemampuan sipil, seperti penggunaan radar sipil dan perangkat kendali lalu lintas udara. Hal ini menunjukkan pendekatan kolaboratif sebagai elemen penting dalam sistem pertahanan udara modern.

Taskap ini juga menyoroti pentingnya peran kementerian dan lembaga non-militer seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, dan AirNav dalam menyukseskan sistem pertahanan udara. Diplomasi dalam deklarasi ADIZ (Air Defence Identification Zone) serta penganggaran yang memadai menjadi kunci utama.

Scroll to Top