Meningkatkan Kinerja BSSN untuk Menghadapi Dinamika Geopolitik Global

Dalam dinamika geopolitik yang terus berkembang, keamanan siber menjadi elemen strategis bagi ketahanan nasional. Donova Pri Pamungkas, M.Han, melalui Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) dalam Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII di Lemhannas RI, mengangkat isu penting tentang “Peningkatan Kinerja Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Guna Menghadapi Dinamika Geopolitik Global.” Karya ini menyoroti pentingnya peran BSSN dalam memperkuat keamanan siber Indonesia di tengah meningkatnya ancaman siber yang kompleks dan dinamis.

Dalam tulisannya, Donova menjelaskan bahwa perkembangan teknologi informasi telah mengubah lanskap geopolitik global, di mana perang siber menjadi bagian dari strategi persaingan antarnegara. Indonesia, dengan posisi strategis dan sumber daya alam yang melimpah, menjadi target bagi berbagai kepentingan global. Oleh karena itu, peningkatan kinerja BSSN diperlukan untuk menjaga kedaulatan digital serta mengantisipasi ancaman yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional.

Salah satu temuan dalam Taskap ini adalah bahwa indeks keamanan siber Indonesia masih berada di bawah beberapa negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Data dari International Telecommunication Union (ITU) menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-24 dalam Global Cybersecurity Index (GCI). Sementara itu, laporan BSSN mencatat lebih dari 11 juta serangan siber terjadi pada kuartal pertama tahun 2022, meningkat 22% dari tahun sebelumnya. Angka ini menunjukkan betapa mendesaknya kebutuhan untuk memperkuat sistem keamanan siber di Indonesia.

Donova juga menyoroti bagaimana negara-negara besar telah membangun sistem keamanan siber yang kuat, seperti US Cyber Command di Amerika Serikat, Unit 8200 di Israel, dan Cooperative Cyber Defense Centre of Excellence (CCDCOE) NATO. Indonesia pun telah memiliki BSSN sebagai lembaga utama dalam menangani keamanan siber, tetapi masih memerlukan peningkatan kapasitas, sumber daya manusia, serta kebijakan yang lebih terintegrasi untuk menghadapi ancaman global.

Dalam konteks geopolitik, perkembangan teknologi siber juga berkaitan erat dengan rivalitas kekuatan global. Konflik antara Amerika Serikat dan China, perang Rusia-Ukraina, serta ketegangan di Laut China Selatan menjadi contoh bagaimana teknologi informasi dimanfaatkan untuk kepentingan politik dan ekonomi. Ancaman perang siber pun semakin nyata, seperti serangan ransomware, pencurian data, hingga propaganda digital yang dapat memengaruhi opini publik.

Taskap ini mengusulkan beberapa langkah strategis untuk meningkatkan kinerja BSSN. Salah satunya adalah dengan memperkuat regulasi dan tata kelola keamanan siber nasional, termasuk dalam hal perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (IIV). Selain itu, peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan sertifikasi keamanan siber juga menjadi faktor penting agar Indonesia memiliki tenaga ahli yang kompeten dalam menangani serangan siber.

Scroll to Top