Penguatan Ketahanan Pangan Nasional untuk Hadapi Krisis Global

Kolonel Laut (T) Priyonggo Syahmrahmadi, S.Ak., M.Tr.Opsla., CIQnR, peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lemhannas RI Tahun 2024, telah menulis sebuah Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) berjudul “Penguatan Ketahanan Pangan Nasional Guna Mitigasi Krisis Pangan Global”. Karya ilmiah ini menjadi sumbangsih pemikiran strategis untuk menjawab tantangan pangan di tengah ketidakpastian global.

Taskap ini diawali dengan kesadaran bahwa pangan merupakan hak dasar manusia yang wajib dijamin negara. Peningkatan jumlah penduduk, perubahan iklim, pandemi, hingga konflik geopolitik membuat krisis pangan menjadi ancaman nyata. Indonesia sebagai negara agraris harus mampu memperkuat ketahanan pangannya agar tetap mandiri dan tidak terjebak dalam ketergantungan pada pasar global.

Dalam kajiannya, penulis menegaskan bahwa data global menunjukkan krisis pangan semakin meningkat. Laporan FAO dan Global Report on Food Crises 2023 memperlihatkan jumlah orang yang mengalami kelaparan dan kerawanan pangan akut terus bertambah. Kondisi ini menuntut langkah strategis dari setiap negara, termasuk Indonesia, untuk memastikan ketersediaan pangan yang aman, bergizi, dan terjangkau.

Priyonggo menyoroti bahwa indeks ketahanan pangan Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Skor Global Food Security Index 2022 menempatkan Indonesia pada posisi 63 dari 113 negara. Kondisi ini menggambarkan masih lemahnya aspek ketersediaan, keberlanjutan, hingga kualitas pangan nasional.

Selain itu, tantangan gizi juga menjadi perhatian serius. Angka stunting di Indonesia pada tahun 2022 masih berada pada 21,6 persen, yang berarti memerlukan intervensi besar-besaran agar generasi mendatang tidak kehilangan potensi akibat kekurangan gizi. Priyonggo menilai bahwa penguatan pangan tidak hanya soal produksi, tetapi juga terkait kesehatan masyarakat secara menyeluruh.

Taskap ini juga mengupas permasalahan besar berupa tingginya ketergantungan pada impor pangan. Data menunjukkan beras, jagung, kedelai, hingga gula pasir masih bergantung pada pasokan luar negeri. Ketergantungan tersebut memperbesar risiko ketika negara pengekspor menutup keran distribusi akibat konflik atau gangguan iklim.

Faktor lain yang dikaji adalah penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi dan degradasi. Setiap tahun, Indonesia kehilangan ratusan ribu hektar lahan produktif, sementara pencetakan lahan baru jauh lebih sedikit. Kondisi ini berpotensi melemahkan kemampuan produksi nasional dan meningkatkan kerawanan pangan.

Scroll to Top