Kombes Pol Muhammad Ridwan, S.I.K., M.H., peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lemhannas RI tahun 2024, berhasil menyusun sebuah Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) dengan judul “Merancang Keamanan Nasional dalam Menghadapi Ancaman Non-Konvensional di Ibu Kota Nusantara Guna Memperkokoh Ketahanan Nasional”. Karya ini menjadi salah satu kontribusi strategis dalam memperkaya wacana keamanan nasional, khususnya di tengah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai pusat pemerintahan baru.
Taskap ini lahir dari kesadaran bahwa pembangunan IKN bukan hanya soal pemindahan pusat administrasi negara, melainkan juga menyangkut kesiapan bangsa menghadapi ancaman baru yang semakin kompleks. Muhammad Ridwan menegaskan bahwa keamanan nasional harus dirancang secara komprehensif agar IKN dapat berdiri kokoh sebagai simbol peradaban Indonesia modern yang tangguh dan berkelanjutan.
Dalam tulisannya, Ridwan mengurai bahwa ancaman non-konvensional kini menjadi tantangan serius bagi ketahanan nasional. Ancaman seperti kejahatan siber, terorisme, konflik sosial, hingga dampak perubahan iklim berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan dan pembangunan IKN. Oleh karena itu, strategi keamanan nasional harus melibatkan seluruh aspek kehidupan berbangsa, mulai dari politik, ekonomi, sosial-budaya, hingga teknologi.
Ia menyoroti bahwa geostrategi Indonesia di tengah persaingan global memberikan peluang sekaligus kerentanan. Posisi strategis jalur perdagangan internasional, perkembangan teknologi disruptif, hingga dinamika Indo-Pasifik menuntut bangsa ini lebih waspada. Dalam konteks IKN, faktor kerawanan lokal seperti potensi konflik lahan, risiko bencana alam, serta kerentanan infrastruktur digital juga harus diantisipasi sejak dini.
Data yang dihimpun Ridwan menunjukkan tingginya angka serangan siber terhadap infrastruktur nasional, serta meningkatnya kriminalitas di Kalimantan Timur, lokasi IKN berada. Hal ini menjadi alarm bahwa perancangan keamanan Nusantara harus berbasis data dan berorientasi pada realitas lapangan, bukan sekadar idealisme kebijakan.
Untuk menganalisis kompleksitas tersebut, Taskap ini menggunakan pendekatan PESTLE yang menguraikan faktor politik, ekonomi, sosial, teknologi, hukum, dan lingkungan. Metode ini dipilih agar strategi yang dihasilkan tidak parsial, melainkan menyeluruh, sehingga mampu menjawab berbagai bentuk ancaman kontemporer yang bersifat multidimensi.
Ridwan juga memanfaatkan teori-teori strategis seperti Securitization Theory, Regional Security Complex Theory, dan Resilience Theory untuk memberikan kerangka konseptual yang lebih kuat. Melalui teori sekuritisasi, misalnya, isu ancaman siber dapat diletakkan sebagai ancaman eksistensial yang harus ditangani secara darurat. Sementara teori ketahanan menekankan pentingnya membangun sistem yang adaptif dan tangguh dalam menghadapi guncangan.