Peningkatan Keamanan Siber untuk Pemerintahan Digital yang Tangguh

Komisaris Besar Polisi Marcelino Sampouw, S.H., S.I.K., M.T., peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lemhannas RI tahun 2024, berhasil menyusun Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) berjudul “Peningkatan Keamanan Siber dalam Transformasi Digital Guna Mewujudkan Pemerintahan Berbasis Elektronik.” Karya ini menghadirkan pemikiran strategis mengenai pentingnya perlindungan dunia maya sebagai pondasi dari upaya digitalisasi birokrasi negara.

Transformasi digital telah menjadi keniscayaan dalam tata kelola pemerintahan modern. Digitalisasi layanan publik menjanjikan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas yang lebih baik. Namun, di balik peluang besar tersebut, keamanan siber menjadi tantangan yang harus diantisipasi. Marcelino menegaskan bahwa tanpa proteksi siber yang memadai, manfaat e-government akan mudah terganggu oleh risiko peretasan, pencurian data, hingga serangan yang mengancam stabilitas nasional.

Dalam tulisannya, Marcelino menyoroti perkembangan teknologi mutakhir seperti kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT), hingga komputasi awan yang memberi peluang sekaligus menambah kompleksitas ancaman. Peretas kini tidak lagi bertindak acak, melainkan mampu melancarkan serangan terorganisir dengan teknik canggih yang dapat melumpuhkan layanan publik dan mengganggu aktivitas masyarakat luas.

Data yang dihimpun dalam Taskap ini memperlihatkan eskalasi ancaman nyata. Indonesia disebut sebagai salah satu negara dengan target serangan siber tertinggi di dunia. Pada tahun 2022 misalnya, lebih dari 700 juta serangan siber terjadi, dengan dominasi serangan ransomware dan malware. Bahkan, kebocoran data lembaga pemerintah dan institusi keuangan menjadi alarm serius mengenai lemahnya pertahanan digital yang ada.

Kondisi tersebut diperparah dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap keamanan digital. Penggunaan kata sandi lemah, rendahnya literasi digital, serta praktik berbagi data pribadi tanpa kehati-hatian menjadi celah yang sering dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber. Marcelino menegaskan bahwa kesadaran individu adalah lini pertahanan pertama sebelum teknologi dan kebijakan bekerja.

Selain itu, lemahnya infrastruktur teknologi di beberapa sektor vital juga turut memperbesar kerentanan. Sistem yang belum diperbarui, perangkat lunak usang, hingga keterbatasan tenaga ahli keamanan siber membuat Indonesia menjadi target empuk bagi kelompok kriminal terorganisir. Masalah ini menuntut perhatian serius pemerintah dalam memperkuat fondasi infrastruktur digital nasional.

Scroll to Top