Perkuat Pertahanan Nasional Melalui Akselerasi Digital

Di tengah dinamika global yang kian kompleks dan tantangan ancaman non-konvensional yang meningkat, transformasi digital menjadi langkah tak terelakkan dalam membangun sistem pertahanan negara yang adaptif. Hal inilah yang menjadi fokus utama dalam Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) karya Kolonel Inf Hengki Yuda Setiawan, S.I.P., peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lemhannas RI Tahun 2024. Dalam tulisannya yang berjudul “Percepatan Transformasi Digital dalam Sistem Pertahanan Guna Mendukung Penguatan Pertahanan Nasional”, Hengki menggarisbawahi pentingnya digitalisasi sebagai kunci strategi pertahanan masa depan Indonesia.

Transformasi digital bukan hanya tentang adopsi teknologi, tetapi menyangkut integrasi menyeluruh ke dalam sistem pertahanan nasional. Hengki menyebut bahwa teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), big data, komputasi awan, dan blockchain merupakan instrumen vital untuk membangun ekosistem pertahanan yang responsif dan efisien. Teknologi ini berfungsi mempercepat pengolahan data, meningkatkan deteksi dini, serta memungkinkan pengambilan keputusan strategis secara real-time.

Dalam penelusurannya, Hengki menyoroti bahwa Indonesia sebenarnya telah menunjukkan komitmen kuat terhadap transformasi digital, baik dalam konteks umum maupun sektor pertahanan. Langkah nyata seperti Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2023 dan lima program prioritas transformasi digital yang dicanangkan Presiden Jokowi menjadi landasan penting. Namun, implementasinya di sektor pertahanan masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam infrastruktur, keamanan siber, dan kesiapan SDM.

Taskap ini juga mengungkap data bahwa kontribusi ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai USD 2,8 triliun pada tahun 2040, atau sekitar 11% dari PDB. Meskipun demikian, indeks kesiapan digital Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga. Hal ini menggambarkan adanya kesenjangan yang cukup serius antara potensi dan realitas implementasi digitalisasi nasional, terutama di sektor strategis seperti pertahanan.

Dalam sistem pertahanan, Hengki memetakan bahwa penerapan teknologi digital belum merata dan masih menghadapi berbagai kendala. Kelembagaan fungsi pertahanan siber belum terbentuk secara solid, dan sinergi antarinstansi seperti BSSN, TNI, dan Kominfo masih jauh dari optimal. Belum adanya matra siber dalam struktur TNI menjadi indikasi bahwa pertahanan nasional kita masih rentan terhadap serangan digital berskala besar.

Scroll to Top