Dalam program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Tahun 2024 Lembaga Ketahanan Nasional RI, Kolonel Laut (P) Heri Prihartanto menyusun Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) dengan judul “Optimalisasi Pembangunan Kekuatan Maritim Indonesia Guna Menghadapi Persaingan AS–China di Laut China Selatan.” Tulisan ini membahas langkah strategis Indonesia dalam memperkuat ketahanan maritim nasional di tengah meningkatnya ketegangan kawasan, serta urgensi kolaborasi antar-lembaga guna menjaga kedaulatan wilayah laut Indonesia.
Laut China Selatan merupakan kawasan vital yang tidak hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga menjadi jalur perdagangan strategis. Dalam beberapa tahun terakhir, wilayah ini menjadi pusat rivalitas antara Amerika Serikat dan China. Konflik klaim wilayah dan peningkatan aktivitas militer kedua negara menimbulkan tekanan terhadap negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang meskipun bukan pihak bersengketa secara langsung, namun terdampak dari dinamika kawasan tersebut.
Taskap ini mengangkat fakta bahwa klaim sepihak China melalui konsep “ten dash line” telah memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, khususnya di wilayah Laut Natuna Utara. Aktivitas seperti militerisasi pulau buatan dan pelanggaran wilayah oleh kapal asing menunjukkan bahwa Indonesia perlu lebih tangguh dalam memperkuat kedaulatan maritimnya. Dalam konteks ini, kekuatan maritim yang efektif menjadi instrumen utama untuk merespons tantangan tersebut.
Kolonel Heri menekankan bahwa kekuatan maritim tidak hanya bergantung pada TNI AL semata, tetapi memerlukan sinergi lintas sektor. Saat ini, terdapat setidaknya 18 instansi berbeda yang memiliki yurisdiksi di laut, yang sering kali tumpang tindih. Situasi ini memperlihatkan kebutuhan mendesak akan integrasi kelembagaan dan satu pemahaman bersama mengenai konsep keamanan maritim Indonesia yang menyeluruh.
Melalui analisis SWOT dan PESTLE, Taskap ini mengidentifikasi bahwa Indonesia memiliki kekuatan dari segi posisi geografis, potensi sumber daya, serta visi sebagai poros maritim dunia. Namun kelemahan seperti infrastruktur yang belum memadai, keterbatasan anggaran, serta kurangnya koordinasi lintas lembaga masih menjadi penghambat utama. Di sisi lain, peluang besar terletak pada dukungan politik dan perhatian global terhadap kawasan Indo-Pasifik.