Kolonel Laut (P) Horas Wijaya Sinaga, S..E., CRMP., CFrA. dan peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLVII Tahun 2024 Lemhannas RI, menyusun sebuah Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) dengan tajuk “Optimalisasi Pengelolaan Rumput Laut dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Pesisir Guna Mendukung Perekonomian Nasional.” Melalui tulisan ini, ia menekankan pentingnya peran strategis sektor kelautan, khususnya rumput laut, sebagai bagian dari upaya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara inklusif dan berkelanjutan.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar kelima di dunia memiliki garis pantai sepanjang lebih dari 108.000 kilometer dan wilayah perairan yang luas. Kondisi ini menjadi kekuatan besar dalam membangun ekonomi berbasis kelautan, terutama dari komoditas hayati seperti rumput laut. Dalam Taskap-nya, Horas menjelaskan bahwa potensi rumput laut Indonesia belum tergarap secara optimal, baik dari sisi budidaya, pengolahan, hingga distribusi pasar.
Rumput laut memiliki nilai ekonomi tinggi, digunakan dalam berbagai industri seperti makanan, kosmetik, hingga farmasi. Namun, sebagian besar hasil budidaya Indonesia masih diekspor dalam bentuk mentah. Hal ini menyebabkan nilai tambah terbesar justru dinikmati oleh negara pengimpor. Horas menyoroti perlunya hilirisasi produk untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Dalam kajiannya, Horas menggunakan metode deskriptif analitis serta pendekatan PESTLE untuk menelaah aspek politik, ekonomi, sosial, teknologi, hukum, dan lingkungan yang memengaruhi pengelolaan rumput laut. Ia menilai bahwa rendahnya kualitas sumber daya manusia, keterbatasan modal, minimnya fasilitas pengolahan, dan lemahnya regulasi menjadi penghambat utama dalam pengembangan sektor ini.
Data dari BPS menunjukkan bahwa lebih dari 88 persen petani rumput laut menggunakan modal pribadi tanpa dukungan pembiayaan formal. Di sisi lain, mayoritas pelaku usaha masih berpendidikan rendah dan belum terfasilitasi dalam pengembangan kapasitas maupun pelatihan. Padahal, ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan di desa-desa pesisir sudah mulai memadai, tinggal bagaimana mengoptimalkannya untuk mendukung sektor ini.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi juga telah dirancang melalui target produksi rumput laut nasional yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun, target tersebut masih sulit tercapai karena keterbatasan infrastruktur, minimnya distribusi bibit unggul, serta kondisi cuaca yang tidak menentu. Ini menunjukkan perlunya langkah terkoordinasi lintas sektor untuk mengatasi kendala di lapangan.