Membangun Jaringan Transportasi Terpadu untuk Konektivitas Nasional yang Merata

Ia juga menguraikan berbagai kebijakan dan regulasi yang menjadi landasan pembangunan transportasi nasional, seperti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2021 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Semua regulasi tersebut, menurutnya, perlu dijalankan secara sinergis agar pembangunan berjalan harmonis antara pusat dan daerah.

Taskap ini juga menampilkan data empiris yang menunjukkan kemajuan signifikan pada beberapa proyek strategis nasional. Pembangunan jalan tol Trans-Jawa dan Trans-Sumatra, pengoperasian kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh), dan pengembangan MRT Jakarta menjadi bukti nyata peningkatan konektivitas nasional. Program Tol Laut juga terbukti berhasil menurunkan disparitas harga kebutuhan pokok di wilayah timur Indonesia.

Kolonel Feksy menilai bahwa kemajuan tersebut harus diimbangi dengan kebijakan integrasi antarmoda dan sistem digitalisasi yang mumpuni. Salah satu contoh keberhasilan integrasi sistem transportasi modern adalah JakLingko di Jakarta yang memadukan MRT, LRT, dan TransJakarta dengan sistem pembayaran elektronik tunggal. Pendekatan ini menurutnya dapat direplikasi di kota-kota lain untuk meningkatkan efisiensi transportasi publik.

Selain kemajuan, penulis juga menyoroti sejumlah tantangan yang masih dihadapi. Keterbatasan pendanaan, tumpang-tindih kebijakan antarinstansi, serta kondisi geografis yang kompleks menjadi hambatan utama. Di banyak daerah terpencil, biaya pembangunan infrastruktur jauh lebih tinggi karena faktor topografi dan keterbatasan akses alat berat. Oleh sebab itu, dibutuhkan inovasi pembiayaan seperti skema Public-Private Partnership (PPP) agar pembangunan dapat berjalan berkelanjutan.

Dalam perspektif teoritis, Feksy memadukan pendekatan dari teori pembangunan infrastruktur, teori konektivitas wilayah, dan teori pembangunan regional. Ia mengutip pemikiran Albert O. Hirschman tentang efek pengganda (multiplier effect) dari investasi infrastruktur terhadap ekonomi wilayah. Infrastruktur transportasi, menurutnya, adalah leading sector yang mampu menggerakkan sektor-sektor lain seperti industri, pariwisata, dan perdagangan.

Ia juga mengacu pada Teori Integrasi Transportasi Antarmoda yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas moda dalam mewujudkan efisiensi logistik. Dalam konteks Indonesia, teori ini sangat relevan mengingat karakteristik kepulauan yang menuntut keterpaduan transportasi darat, laut, dan udara secara menyeluruh. Integrasi tersebut akan menekan biaya distribusi dan memperluas akses ekonomi daerah.

Scroll to Top