Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) karya Kolonel Inf Faizal Rizal, S.I.P., peserta Pendidikan Penyiapan dan Pemantapan Pemimpin Nasional (P4N) LXVIII Lemhannas RI tahun 2025, mengangkat tema “Konektivitas Daerah Guna Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat”. Tulisan ini lahir dari keprihatinan atas ketimpangan pembangunan infrastruktur dan akses antarwilayah di Indonesia yang masih belum merata, terutama di kawasan timur dan perbatasan negara. Melalui kajian mendalam, Faizal Rizal menegaskan pentingnya konektivitas daerah sebagai fondasi utama dalam membangun kesejahteraan masyarakat dan memperkuat ketahanan nasional.
Dalam pendahuluannya, Faizal Rizal menyoroti fakta bahwa sekitar 70 persen wilayah Indonesia belum sepenuhnya terhubung secara efektif melalui jalur darat, laut, maupun udara. Dengan lebih dari 17.500 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, tantangan pembangunan konektivitas menjadi persoalan kompleks yang mencakup dimensi logistik, sosial, dan politik. Menurutnya, fragmentasi konektivitas ini menjadi akar ketimpangan pembangunan yang menghambat pemerataan ekonomi nasional.
Penulis menekankan bahwa wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) seperti Papua, Nusa Tenggara, dan Maluku masih menghadapi keterbatasan infrastruktur dasar yang berdampak langsung pada tingginya biaya logistik dan rendahnya akses layanan publik. Kondisi ini menyebabkan harga kebutuhan pokok di wilayah timur jauh lebih mahal dibandingkan di wilayah barat, sementara kesempatan ekonomi dan pendidikan juga terbatas. Situasi ini menciptakan siklus ketimpangan yang berkepanjangan antara kawasan maju dan tertinggal.
Dalam kajiannya, Faizal Rizal juga menyoroti lemahnya integrasi infrastruktur pelabuhan dan transportasi laut yang seharusnya menjadi urat nadi konektivitas nasional. Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia semestinya memiliki sistem pelayaran dan pelabuhan yang mampu menghubungkan seluruh pulau. Namun kenyataannya, banyak pelabuhan di kawasan timur belum memenuhi standar nasional maupun internasional, sehingga belum mampu menjadi simpul ekonomi dan perdagangan antardaerah.
Melalui pendekatan analisis strategis, Taskap ini juga membandingkan langkah Indonesia dengan negara lain seperti Tiongkok melalui program One Belt One Road dan Amerika Serikat lewat Build Back Better World yang berinvestasi besar dalam membangun jaringan konektivitas lintas negara. Sementara Indonesia, dengan visi sebagai poros maritim dunia, dinilai masih menghadapi keterbatasan dalam perencanaan dan pendanaan infrastruktur yang berorientasi jangka panjang.
Faizal Rizal mengingatkan bahwa rendahnya konektivitas tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga pada ketahanan nasional. Ia mencontohkan wilayah perbatasan seperti Krayan di Kalimantan Utara yang lebih terhubung secara ekonomi ke Tawau, Malaysia, dibandingkan dengan kota-kota di Indonesia sendiri. Kondisi semacam ini dinilai rawan menimbulkan ketergantungan lintas batas dan dapat mengancam kedaulatan ekonomi bangsa.
Di sisi lain, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur disebut memiliki potensi strategis untuk menjadi pusat konektivitas nasional. Namun, Faizal Rizal mengingatkan bahwa pembangunan IKN harus disertai penguatan infrastruktur penghubung dengan provinsi di sekitarnya agar fungsi pemerataan pembangunan benar-benar terwujud. Tanpa integrasi konektivitas, IKN dikhawatirkan hanya menjadi simbol baru tanpa manfaat langsung bagi masyarakat luas.
Konektivitas yang kuat, menurut Faizal Rizal, bukan hanya soal membangun jalan atau pelabuhan, tetapi juga mencakup konektivitas digital. Akses internet dan infrastruktur telekomunikasi yang merata menjadi kunci dalam mendorong inklusi ekonomi dan sosial di era digital. Pemerintah, melalui proyek Palapa Ring dan peluncuran satelit SATRIA-1, telah menunjukkan komitmen untuk memperluas akses internet hingga ke pelosok, namun kesenjangan digital di wilayah 3T masih menjadi pekerjaan besar yang harus diselesaikan.
Selain aspek fisik dan digital, konektivitas juga mencerminkan kehadiran negara di seluruh penjuru nusantara. Bagi Faizal Rizal, memperkuat konektivitas berarti memperkuat persatuan nasional dan rasa kebangsaan. Jalur transportasi dan komunikasi yang terbuka bukan hanya mempermudah distribusi barang dan jasa, tetapi juga mempererat interaksi sosial, budaya, dan ekonomi antardaerah.
Dalam kerangka akademisnya, Faizal Rizal menggunakan pendekatan PANCAGATRA untuk menelaah keterkaitan antara konektivitas dan kesejahteraan masyarakat. Ia menilai bahwa konektivitas berperan dalam memperkuat aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan nasional. Dengan demikian, pembangunan konektivitas bukan semata urusan teknis infrastruktur, melainkan strategi integral untuk menjaga keutuhan dan stabilitas bangsa.
Taskap ini juga memberikan rekomendasi kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) yang menekankan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah pusat, daerah, dan swasta. Menurut Faizal Rizal, pembangunan konektivitas akan lebih efektif jika dirancang dengan prinsip keberlanjutan, pemerataan, dan keterlibatan masyarakat. Hal ini mencakup penguatan kemitraan publik-swasta (KPBU) untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dasar dan digital di daerah terpencil.
Melalui analisis data dan peraturan perundangan, penulis menggarisbawahi pentingnya sinergi antara kebijakan nasional seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan kebijakan daerah agar program konektivitas tidak berjalan parsial. Ia menilai, konektivitas yang terencana dengan baik dapat menjadi katalis bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal sekaligus mengurangi kesenjangan antarwilayah.
Dalam kesimpulannya, Faizal Rizal menegaskan bahwa kesejahteraan masyarakat tidak hanya bergantung pada pembangunan fisik semata, tetapi juga pada kemampuan negara untuk menghubungkan warganya secara merata. Ia mengutip pandangan Amartya Sen bahwa kesejahteraan adalah kebebasan untuk bertindak dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Maka, membangun konektivitas sejatinya adalah membangun kebebasan dan peluang bagi seluruh rakyat Indonesia.
Naskah ini juga menyoroti peran konektivitas digital dalam meningkatkan literasi masyarakat. Dengan peningkatan indeks literasi digital nasional dan integrasi layanan publik ke dalam platform digital nasional, masyarakat diharapkan semakin mudah mengakses layanan pendidikan, kesehatan, dan administrasi pemerintahan. Transformasi digital ini menjadi pelengkap bagi pembangunan konektivitas fisik yang tengah dijalankan pemerintah.
Faizal Rizal menutup karyanya dengan pesan reflektif bahwa konektivitas sejati adalah wujud nyata dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ia menyerukan agar seluruh elemen bangsa turut berperan aktif dalam memperkuat konektivitas nasional, karena hanya dengan terhubungnya seluruh wilayah, Indonesia dapat berdiri kokoh sebagai negara maritim yang berdaulat dan sejahtera.
Melalui Taskap ini, Lemhannas RI kembali menegaskan perannya sebagai lembaga pengkaderan nasional yang mendorong lahirnya pemimpin strategis dengan visi kebangsaan. Gagasan Faizal Rizal menjadi cermin dari semangat untuk menghadirkan solusi konkret atas tantangan pemerataan pembangunan, dengan menempatkan konektivitas sebagai fondasi menuju kesejahteraan dan ketahanan bangsa.
Dengan perspektif komprehensif yang disajikan, karya ini tidak hanya relevan bagi kalangan pemerintahan dan militer, tetapi juga bagi akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat luas yang peduli terhadap masa depan Indonesia. Melalui pemikiran visioner ini, diharapkan pembangunan konektivitas daerah dapat menjadi pilar utama untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang mandiri, berdaulat, dan inklusif. (IP/BIA)
