Pemberdayaan Masyarakat Menuju Ekonomi Indonesia yang Berkelanjutan

Kendala utama yang diidentifikasi adalah rendahnya literasi digital, lemahnya akses terhadap pembiayaan formal, serta kompleksitas regulasi. Kombes Erwin mencatat bahwa hanya sekitar seperempat UMKM yang mampu mengakses lembaga keuangan formal, sementara sebagian besar lainnya masih bergantung pada modal pribadi. Di sisi lain, keterbatasan infrastruktur digital di daerah terpencil membuat banyak pelaku usaha belum mampu memanfaatkan peluang ekonomi berbasis teknologi.

Taskap ini juga menguraikan pentingnya kebijakan pemerintah yang berpihak pada peningkatan akses dan kapasitas masyarakat. Program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), pelatihan literasi digital, dan penyederhanaan perizinan usaha dinilai efektif dalam memperluas basis ekonomi masyarakat. Namun, Kombes Erwin menekankan perlunya sinergi lintas sektor agar kebijakan tersebut berjalan berkelanjutan dan adaptif terhadap kebutuhan lokal.

Dalam kerangka hukum, Taskap ini merujuk pada berbagai peraturan, antara lain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Kombes Erwin menggarisbawahi pentingnya pelaksanaan kebijakan tersebut di tingkat daerah melalui tata kelola yang partisipatif dan transparan.

Selain aspek hukum, beliau menyoroti peran strategis pembangunan ekonomi berbasis inklusi sosial. Pemberdayaan masyarakat tidak cukup dengan bantuan modal semata, tetapi juga harus memperkuat kapasitas manajerial, pendidikan kewirausahaan, serta dukungan teknologi digital yang mampu membuka pasar global bagi produk lokal. Di sinilah peran lembaga pendidikan, sektor swasta, dan komunitas menjadi bagian penting dari ekosistem ekonomi nasional.

Dalam kajian empirisnya, Kombes Erwin mengutip berbagai praktik baik dari negara lain seperti Bangladesh, India, dan Brasil, yang berhasil mengembangkan ekonomi masyarakat melalui integrasi teknologi, pelatihan keterampilan, dan peran lembaga keuangan mikro. Beliau menilai, model seperti Banco Palmas di Brasil atau program National Rural Livelihoods Mission di India dapat diadaptasi untuk konteks Indonesia dengan memperhatikan karakteristik sosial dan budaya setempat.

Scroll to Top