Dari data dan fakta yang disajikan, terlihat bahwa sejak peluncuran program Dana Desa pada 2015, alokasi anggaran bagi desa terus meningkat. Pada tahun 2025, Dana Desa mencapai Rp71 triliun, sebagian besar dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dasar. Namun, Bonang mengingatkan bahwa peningkatan dana harus dibarengi dengan peningkatan kapasitas aparatur dan transparansi pengelolaan agar tidak terjadi penyalahgunaan. Kasus korupsi dana desa yang marak dalam beberapa tahun terakhir menjadi peringatan penting bagi semua pihak.
Taskap ini juga menguraikan berbagai tantangan yang masih dihadapi desa di Indonesia. Banyak desa di wilayah terpencil mengalami kesulitan geografis, keterbatasan akses pendidikan dan kesehatan, serta minimnya infrastruktur digital. Kondisi ini menghambat partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan menurunkan daya saing ekonomi lokal. Oleh karena itu, Bonang menilai bahwa intervensi pemerintah pusat perlu diimbangi dengan pemberdayaan masyarakat agar desa mampu mengelola potensi lokalnya secara mandiri.
Melalui analisis SWOT, Bonang mengidentifikasi kekuatan desa Indonesia yang kaya sumber daya alam dan budaya, sekaligus kelemahan berupa rendahnya kapasitas manajerial dan ketergantungan pada bantuan luar. Peluang besar terletak pada digitalisasi desa dan pengembangan ekonomi kreatif berbasis potensi lokal. Namun, ancaman utama tetap pada korupsi, lemahnya koordinasi, serta ketidaksiapan menghadapi perubahan iklim dan teknologi.
Salah satu rekomendasi penting yang disampaikan Bonang adalah perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia di tingkat desa. Pelatihan dan pendampingan aparatur serta masyarakat desa harus menjadi prioritas agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembangunan secara efektif. Penguatan kelembagaan seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) juga perlu didorong untuk menggerakkan ekonomi lokal berbasis kemandirian.
Selain itu, Bonang menekankan bahwa pembangunan infrastruktur tidak hanya harus tangguh secara fisik, tetapi juga tangguh dalam tata kelola. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik menjadi unsur penting yang harus melekat dalam setiap proses pembangunan. Desa yang memiliki tata kelola baik akan menjadi contoh bagi penguatan demokrasi ekonomi di tingkat akar rumput.
Dalam pandangan Bonang, pembangunan infrastruktur desa berkelanjutan bukan semata tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa. Dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sipil perlu bersinergi untuk menciptakan inovasi yang relevan dengan kebutuhan desa. Kolaborasi lintas sektor akan mempercepat transformasi desa menuju kemandirian yang berkeadilan dan berdaya saing global.
