Perkuat Keamanan Ibu Kota Nusantara, Strategi Pertahanan Udara Jadi Prioritas Nasional

Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur merupakan langkah besar dalam pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun, langkah ini juga membawa tantangan besar dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional, khususnya dalam hal pertahanan udara. Dalam Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) berjudul “Memperkuat Pertahanan Udara di Wilayah Ibu Kota Nusantara Guna Mendukung Pertahanan Udara Nasional”, Marsekal Pertama TNI Dedy Susanto, S.E., menyoroti pentingnya sistem pertahanan udara yang kuat untuk menjaga kedaulatan IKN dari berbagai ancaman.

Dalam Taskap yang disusun dalam Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXVII Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia ini, dikemukakan bahwa perpindahan ibu kota ke Kalimantan memiliki konsekuensi strategis yang luas. Wilayah IKN berada di jalur perdagangan internasional dan dekat dengan negara-negara yang memiliki kepentingan besar di kawasan Indo-Pasifik, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat. Hal ini menuntut kesiapan sistem pertahanan udara yang lebih tangguh guna menghadapi berbagai ancaman, termasuk pelanggaran wilayah udara, serangan siber, dan potensi konflik militer.

Dari kajian yang dilakukan dalam Taskap ini, diketahui bahwa sistem pertahanan udara yang ada di Kalimantan saat ini masih perlu diperkuat. Infrastruktur militer, radar, dan sistem pertahanan udara lainnya masih tersebar dan belum sepenuhnya terintegrasi. Dengan demikian, perlu ada langkah konkret dalam membangun dan meningkatkan kesiapan pertahanan udara di IKN agar dapat berfungsi optimal dalam melindungi pusat pemerintahan yang baru.

Dalam konteks pertahanan nasional, konsep Sistem Pertahanan Udara Nasional (Sishanudnas) menjadi sangat relevan untuk diterapkan di IKN. Sistem ini mencakup integrasi berbagai elemen pertahanan udara, mulai dari radar, rudal, hingga pesawat tempur yang dapat melakukan intersepsi terhadap ancaman udara. Selain itu, pengembangan teknologi pertahanan berbasis kecerdasan buatan (AI) dan perang elektronik juga menjadi aspek penting dalam menghadapi ancaman modern yang semakin kompleks.

Lebih lanjut, Taskap ini juga mengidentifikasi beberapa tantangan utama dalam memperkuat pertahanan udara di IKN. Salah satunya adalah keterbatasan alutsista (alat utama sistem persenjataan) yang masih didominasi oleh peralatan dengan usia pakai tinggi. Berdasarkan data Global Fire Power (GFP) Tahun 2023, lebih dari 52% alutsista udara TNI AU sudah berusia di atas 36 tahun. Selain itu, kesiapan operasional tempur masih berada di kisaran 60%, yang menunjukkan perlunya modernisasi armada udara agar dapat beroperasi dengan lebih efektif.

Scroll to Top