Peserta Program Pendidikan Pemantapan Pimpinan Nasional (P3N) Angkatan XXV Lemhannas RI, Laksana, S.I.K., menyajikan sebuah kajian komprehensif melalui Kertas Kerja Perorangan (KKP) berjudul “Penguatan Proteksi Ekonomi Digital Guna Stabilitas Keamanan Dalam Rangka Ketahanan Nasional”. Kajian ini mengemuka di tengah pesatnya perkembangan ekonomi digital yang kini menjadi sektor strategis sekaligus rentan terhadap ancaman siber yang semakin kompleks.
Dalam paparannya, Laksana menyoroti bagaimana ekonomi digital Indonesia tumbuh menjadi kekuatan baru pendorong perekonomian nasional. Potensinya yang mencapai nilai triliunan rupiah tidak hanya membuka peluang, tetapi juga menjadi sasaran empuk serangan siber mulai dari phishing, ransomware, hingga Distributed Denial of Service (DDoS). Situasi ini menuntut hadirnya langkah penguatan proteksi yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga strategis dan komprehensif.
Lonjakan ekstrem ancaman siber, sebagaimana dilaporkan BSSN dan APJII, menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi gelombang serangan yang meningkat lebih dari enam kali lipat dalam satu tahun terakhir. Infrastruktur digital yang menjadi tulang punggung aktivitas ekonomi dan layanan publik turut mengalami tekanan, sehingga membutuhkan sistem pertahanan yang terintegrasi dan responsif.
Laksana menegaskan bahwa ancaman terhadap ruang digital bukan sekadar isu teknologi, melainkan juga persoalan kepemimpinan nasional. Ia menilai masih adanya ego sektoral antar kementerian/lembaga menjadi hambatan serius dalam menciptakan sistem keamanan yang solid dan sinkron. Padahal, respons cepat dan kerja sama lintas lembaga merupakan prasyarat penting untuk menangkal serangan siber secara efektif.
Kajian ini juga memotret faktor literasi digital masyarakat yang masih rendah. Di tengah maraknya transaksi digital yang semakin memudahkan hidup, kerentanan pengguna terhadap penipuan, kebocoran data, dan manipulasi informasi masih tinggi. Laksana mendorong agar literasi digital menjadi agenda prioritas untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap berbagai modus kejahatan siber.
Dari sisi regulasi, Laksana menilai bahwa keberadaan UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi belum sepenuhnya mampu menjawab tantangan ekonomi digital yang berkembang pesat. Masih terdapat celah hukum, ketidakkonsistenan implementasi, serta kebutuhan akan regulasi turunan yang lebih teknis sebagai pedoman operasional bagi para pelaku ekonomi digital maupun instansi pemerintah.
